Connect with us

Berita

Awal Pekan, Rupiah: Terlemah Sejak 10 Januari, Terlemah di Asia

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Faktor eksternal dan domestik sama-sama menjadi pemberat langkah mata uang Tanah Air. Pada Senin (3/2/2020), US$ 1 setara dengan Rp 13.660 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Seiring perjalanan pasar, […]

Published

on

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Faktor eksternal dan domestik sama-sama menjadi pemberat langkah mata uang Tanah Air.

Pada Senin (3/2/2020), US$ 1 setara dengan Rp 13.660 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin melemah. Pada pukul 08:20 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.706 di mana rupiah melemah 0,41%. Rupiah berada di posisi terlemah sejak 10 Januari 2020.

Sepanjang pekan lalu, rupiah melemah 0,63% di hadapan dolar AS. Sepertinya tren tersebut belum akan berubah hari ini.

Dari dalam negeri, setidaknya ada dua hal yang menekan rupiah. Pertama adalah ancaman koreksi teknikal.

Walau pekan lalu melemah, tetapi secara year-to-date rupiah masih menguat 1,66%. Rupiah bukan hanya menjadi mata uang terbaik Asia, tetapi juga di dunia. Namun tidak seperti Liverpool di Liga Primer Inggris, posisi rupiah di puncak rawan tergeser oleh pound Mesir.

Kedua, investor juga menantikan rilis data inflasi domestik. Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan mengumumkan data inflasi Januari 2020 pada pukul 11:00 WIB.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi inflasi 0,46% secara month-on-month (MoM). Kemudian secara year-on-year (YoY) diproyeksi ada inflasi 2,85%. Sementara inflasi inti YoY diramal 3,02%.

Jika realisasi inflasi Januari 2020 searah dengan ekspektasi pasar, maka terjadi percepatan dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Desember 2019, terjadi inflasi 0,34% MoM, 2,72% YoY, dan inflasi inti 3,02%.

Investor memang patut mencermati pergerakan inflasi. Tahun ini, sepertinya sulit untuk mengulang pencapaian 2019 di mana inflasi mencapai titik terendah dalam 20 tahun terakhir.

Pasalnya, pada awal tahun sudah ada kenaikan sejumlah harga yang diatur pemerintah atau administered prices seperti iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan tarif tol. Belum lagi cukai rokok terbaru, yang naik rata-rata 23%, juga berlaku tahun ini.

Laju inflasi yang terakselerasi akan membuat rupiah jadi kurang menarik. Keuntungan yang didapat investor akan berkurang karena tergerus inflasi.

Sementara dari sisi eksternal, kekhawatiran terhadap penyebaran virus Corona kian menjadi. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis, sudah ada 16.907 kasus Corona di seluruh dunia di mana 16.865 terjadi di China. Jumlah korban meninggal mencapai 362 orang.

Virus Corona bermula di Provinsi Hubei, terutama Kota Wuhan di China. Momen perayaan libur Tahun Baru Imlek, yang meningkatkan mobilitas masyarakat, membuat virus Corona menyebar ke penjuru China bahkan negara-negara lain.

“Situasi di Hubei masih gawat dan rumit. Sementara sumber daya medis terbatas,” ungkap Xiao Juhua, Wakil Gubernur Hubei, seperti diberitakan Reuters.

Virus Corona membuat perayaan Imlek di Negeri Tirai Bambu menjadi gloomy. Aktivitas ekonomi yang biasanya memuncak saat Imlek berubah 180 derajat. Pasar dan pertokoan yang kosong-melompong menjadi pemandangan yang lazim.

“Kami tidak bisa bekerja dan tidak ada pemasukan. Saya lebih memilih tinggal di rumah dan tidak melakukan apa-apa,” ujar Wu Caixia, seorang pekerja rumah makan di Beijing, sebagaimana diwartakan Reuters.

Penyebaran virus ini juga dikhawatirkan mengganggu dunia usaha. Angka Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur di China pada Januari 2020 berada di 50, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,2. Realisasi Januari adalah yang terendah sejak Oktober tahun lalu.

Untuk merangsang aktivitas ekonomi, Bank Sentral China (PBoC) menyatakan bakal menyuntik likuiditas sebesar CNY 1,2 triliun melalui operasi reverse repo. Pemerintah juga akan memberi bantuan kepada dunia usaha agar aktivitas produksi tidak terganggu.

Namun investor sudah kadung cemas. Sepertinya prospek pertumbuhan ekonomi China akan suram akibat virus Corona. Padahal China adalah perekonomian terbesar di Asia dan nomor dua dunia.

Akibatnya, pelaku pasar memilih bermain aman hingga situasi membaik. Aset-aset berisiko di negara berkembang dihindari dulu, sehingga membuat mata uang utama Asia melemah. Namun sayangnya, rupiah adalah yang terlemah di Asia.

Sumber: CNBC INDONESIA

Trending