Connect with us

Berita

Lawan Rupiah, Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.000/SG$

AKTUALITAS.ID – Kurs dolar Singapura kembali menguat melawan rupiah pada perdagangan Jumat (20/3/2020) hingga melewati Rp 11.000/SG$. Aksi jual yang terus berlanjut di pasar keuangan dalam negeri membuat rupiah terkapar. Pada pukul 10:25 WIB, SG$ 1 setara Rp 11.058,26/SG$, dolar Singapura menguat 1,07%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2018, Penguatan dolar Singapura sedikit […]

Published

on

AKTUALITAS.ID – Kurs dolar Singapura kembali menguat melawan rupiah pada perdagangan Jumat (20/3/2020) hingga melewati Rp 11.000/SG$. Aksi jual yang terus berlanjut di pasar keuangan dalam negeri membuat rupiah terkapar.

Pada pukul 10:25 WIB, SG$ 1 setara Rp 11.058,26/SG$, dolar Singapura menguat 1,07%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2018, Penguatan dolar Singapura sedikit terpangkas dan berada di level Rp 10.993,18/SG$ atau menguat 0,44% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Mata Uang Negeri Merlion ini sebenarnya menguat tajam pada Kamis kemarin, sebesar 3,88%.

Aksi jual sebenarnya tidak hanya terjadi di pasar keuangan RI, tetapi juga secara globaL termasuk di Singapura. Namun Indonesia yang merupakan negara emerging market tentunya dianggap lebih berisiko oleh para investor sehingga aksi jual terjadi lebih parah.

Berdasarkan data RTI, secara year-to-date (YTD) terjadi capital outflow di pasar saham sebesar Rp 9,66 triliun. Sementara di pasar obligasi lebih parah lagi, sejak akhir Desember 2019 hingga 17 Marat terjadi outflow sebesar Rp 78,76 triliun, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risko (DJPPR) Kementerian Keuangan.

Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan. Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit. Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar.

Aksi jual yang terjadi di pasar keuangan global dipicu oleh pandemi virus corona (COVID-19) yang akan menekan pertumbuhan ekonomi global cukup dalam, bahkan muncul risiko resesi global.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga diramal akan terpangkas cukup besar. Bank Indonesia (BI) Kamis kemarin memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 4,2-4,6% dari proyeksi sebelumnya 5-5,4%. BI juga menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,5%, dan mengeluarkan 7 kebijakan guna meminimalisir dampak COVID-19 ke perekonomian.

Namun sayangnya kebijakan BI tersebut belum mampu memenangkan pasar, aksi jual masih saja berlanjut pada hari ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles lebih dari 4%, setelah ambrol lebih dari 17% dalam 4 hari perdagangan sebelumnya.

Sementara dari pasar obligasi, yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun hari ini naik 14,7 basis poin menjadi 8,061%, yang menjadi level tertinggi sejak Mei 2019.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Ketika harga turun, artinya sedang terjadi aksi jual. Hal tersebut membuat rupiah terus tertekan.

OASE

INFOGRAFIS

WARGANET

Trending