Connect with us

Berita

Ancaman Diskusi di UGM, Demokrat: Pukulan Berat Demokrasi di Indonesia

AKTUALITAS.ID – Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto, menyayangkan teror terhadap narasumber dan mahasiswa panitia diskusi ‘Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’ yang digelar Constitutional Law Society (CLS) UGM. Apalagi diskusi tersebut merupakan forum ilmiah yang digelar oleh kampus. Didik mengatakan, kebebasan berpendapat telah diatur oleh konstitusi dalam Pasal […]

Published

on

AKTUALITAS.ID – Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto, menyayangkan teror terhadap narasumber dan mahasiswa panitia diskusi ‘Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’ yang digelar Constitutional Law Society (CLS) UGM. Apalagi diskusi tersebut merupakan forum ilmiah yang digelar oleh kampus.

Didik mengatakan, kebebasan berpendapat telah diatur oleh konstitusi dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Tidak dibenarkan siapapun merenggut, mengekang, dan mengancam kebebasan berpendapat. Dia menilai, seharusnya negara harus hadir melindungi hak asasi manusia tersebut. Sebagai warga negara juga berhak mendapatkan perlindungan dari negara dari ancaman berdasarkan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.

“Ke mana hadirnya negara? Ke mana pemerintah? Apa tugas aparat keamanan untuk melindungi rakyatnya? Hanya negara yang antidemokrasi dan pemimpin yang otoriter yang menggunakan pendekatan keamanan dan membiarkan terjadinya ancaman dan teror,” ujar Didik kepada wartawan, Sabtu (30/5/2020).

Didik sangat prihatin jika forum ilmiah dianggap sebagai ancaman. Hal ini memandulkan dan mematikan pikiran kritis di era demokrasi yang melukai dan mengingkari semangat reformasi.

“Sungguh memprihatinkan kalau di negara demokrasi ini, pemikiran, diskursus, diskusi, forum ilmiah, forum kampus dianggap sebagai sebuah ancaman. Memandulkan dan mematikan pemikiran kritis di era demokrasi sungguh melukai dan mengingkari semangat reformasi,” kata Didik.

Menurutnya, tidak heran jika anggapan pemerintah tak mau mendengar kritik rakyatnya jika hal seperti ini dibiarkan.

“Kalau hal demikian dibiarkan, maka tidak heran seandainya ada anggapan bahwa pemimpin kita sudah tidak mau mendengar rakyatnya, anti kritik dan takut bayangannya sendiri,” ujar Didik.

Ketua DPP Partai Demokrat ini menilai, peristiwa di UGM itu menjadi pukulan berat bagi demokrasi dan memalukan wajah Indonesia sebagai negara demokrasi.

Karena itu, Presiden dengan aparat pemerintahnya diminta untuk melindungi warga negara terhadap teror. Didik mendesak para pelaku teror ini bisa ditindak. Sebab pelaku teror ini tak dapat ditoleransi.

“Kalau Presiden, Pemerintah dan Aparat Keamanan sudah tidak bisa lagi melindungi kebebasan dan HAM warga negaranya, secara logika bagaimana mungkin rakyat percaya sepenuhnya mampu melindungi negara dan kedaulatannya?” kata Didik.

“Jikalau rakyat sudah merasa tidak mendapat perlindungan negara, tidak mendapat perlindungan dari Pemimpin dan Pemerintah serta aparatnya, jangan salahkan kalau rakyat bergerak bersama untuk menemukan keadilan dengan cara dan keyakinannya masing-masing,” pungkasnya.

Diberitakan, Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM menggelar diskusi bertajuk ‘Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’. Tema diskusi tersebut sempat memancing polemik dan menjadi viral di medsos.

Diskusi virtual itu rencananya akan digelar Jumat (29/5). Namun karena menuai kontroversi akhirnya diskusi itu urung diselenggarakan. Paska menjadi kontroversi, diskusi tersebut justru berbuah teror pada pembicara maupun penyelenggaranya.

Dekan FH UGM, Sigit Riyanto menyebut penyelenggara diskusi sempat mengalami teror. Teror ini mulai bermunculan pada Kamis (28/5) malam.

Dalam keterangan tertulisnya, Sigit menuturkan baik pembicara, moderator maupun narahubung yang namanya tertera dalam poster acara menjadi sasaran teror. Nomor kontak pihak-pihak yang terlibat dalam diskusi itu mendapatkan teror dari orang tak dikenal.

“Berbagai teror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta kemudian kepada ketua komunitas ‘Constitutional Law Society’ (CLS) mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka,” katanya, Sabtu (30/5).

OASE

INFOGRAFIS

WARGANET

Trending