Connect with us

Berita

Mimpi Rasulullah dan Musyawarah Sebelum Perang Uhud

Sebelum perang Uhud meletus, Rasulullah bermimpi melihat seekor sapi jantan dan pedangnya yang rompal. Dalam mimpi itu Rasulullah juga memasukkan tangannya ke dalam baju jirah besi yang ditafsirkan sebagai kota Madinah. Mimpi yang dialami Rasulullah beberapa hari sebelum meletusnya perang Uhud itu disampaikan kepada para sahabat dalam musyawarah membahas strategi perang yang akan dihadapi melawan […]

Aktualitas.id -

Sebelum perang Uhud meletus, Rasulullah bermimpi melihat seekor sapi jantan dan pedangnya yang rompal. Dalam mimpi itu Rasulullah juga memasukkan tangannya ke dalam baju jirah besi yang ditafsirkan sebagai kota Madinah.

Mimpi yang dialami Rasulullah beberapa hari sebelum meletusnya perang Uhud itu disampaikan kepada para sahabat dalam musyawarah membahas strategi perang yang akan dihadapi melawan kaum kafir Quraisy. Rasulullah pun menjelaskan takwil mimpinya.

Sapi menunjukkan para sahabat Rasulullah yang terbunuh, sedangkan rompal pada pedang Rasulullah adalah beberapa orang ahlu bait Rasulullah yang terbunuh. Sementara baju besi adalah kota Madinah.

Setelah itu Rasulullah pun menyampaikan pendapatnya agar pasukan Muslim bertahan di Madinah. “Dengan adanya mimpi ini kita ketahui ternyata Allah telah memperingatkan Rasulullah agar melakukan perang defensif dengan bertahan di dalam kota Madinah. Sementara isyarat Ahlu Bait yang gugur sebagai syahid tidak lain menunjuk paman Rasulullah SAW (yaitu) Hamzah r.a,” jelas cendekiawan Muslim asal Turki Muhammad Fethullah Gulen dalam bukunya Cahaya Abadi Muhammad SAW Kebanggaan Umat Manusia.

Menurut Gulen, Rasulullah memang sengaja melakukan musyawarah untuk membangun kesadaran di tengah masyarakat Madinah akan pentingnya tukar pikiran dengan sesama dalam memecahkan setiap persoalan. Meski Rasulullah adalah seorang Nabi yang dihormati, namun Rasulullah tetap meminta dan mendengarkan saran para sahabatnya.

Ini sekaligus menunjukan Rasulullah adalah sosok pemimpin yang sangat demokratis dan menghargai pendapat orang lain. Dalam musyawarah itu ada sejumlah sahabat yang berbeda pendapat tentang strategi yang akan digunakan pasukan Muslim.

Jika Rasulullah berpendapat agar pasukan Muslim menerapkan strategi defensif di Madinah, beberapa sahabat justru berpendapat agar pasukan Muslim melakukan perang terbuka. Para sahabat yang mengusulkan strategi itu adalah mereka yang sangat merindukan syahid dalam medan pertempuran termasuk para sahabat yang menyesal karena tidak ikut dalam perang Badar sebelumnya.

Di antaranya adalah Anas bin Nadhar, Abdullah bin Jamuh, Amr bin Jamuh, Sa’d bin Rabi, dan dikalangan shahabiyah adalah Sumaira beserta anak-anaknya. Semangat para sahabat sangat berkobar-kobar dan berharap pasukan Muslim maju ke medan perang.

Sejatinya, menurut Gulen, saran Rasulullah menerapkan strategi defesif itu agar kaum kafir Quraisy terkejut mendapati taktik yang digunakan berbeda dengan perang Badar. Strategi perang defensif itu akan membuat pasukan Muslim bertahan di Madinah dengan berlindung di dalam benteng-benteng yang dibangun.

Bila ternyata pasukan Quraisy nekat memasuki kota Madinah, maka pasukan Muslim akan menghadapi dengan menggunakan taktik perang kota. “Rasulullah tahu persis setelah menderita kekalahan dalam perang Badar, pasukan Quraisy pasti telah menyiapkan strategi untuk bertempur secara frontal di medan perang terbuka. Itulah sebabnya, jika kali ini pasukan muslim bertahan di Madinah dan menerapkan strategi perang defensif, pasti pasukan Quraisy tidak akan mampu bertahan lama mengepung Madinah dan mereka pasti tidak akan mendapatkan apa-apa,” jelas Gulen.

Hingga akhirnya setelah mendengar banyak permintaan agar pasukan Muslim maju ke medan laga, Rasulullah pun masuk ke dalam kediamannya untuk mengenakan baju besi dan mengambil pedang. Melihat Rasulullah muncul dengan baju perang, para sahabat pun merasa menyesal karena telah menekan agar menerapkan perang terbuka.

Untuk menebus penyesalan, para sahabat pun menyarankan agar Rasulullah tetap di Madinah sedang para sahabat maju ke medan perang. Tetapi hal itu ditolak Rasulullah.

Rasulullah menganggap keputusan yang sudah diambil pantang untuk ditarik kembali. Rasulullah bersabda: Tidaklah layak bagi seorang nabi yang sudah mengenakan baju zirahnya untuk melepaskannya sebelum Allah menetapkan ketetapan-Nya.

“Pada saat itu Rasulullah memang lebih menginginkan penerapan strategi bertahan di Madinah. Tapi ketika suara yang mendukung perang terbuka ternyata lebih keras terdengar dalam musyawarah, maka beliau pun memutuskan mengambil keputusan berdasarkan suara yang terkuat itu. Di saat keputusan sudah diambil, Rasulullah tentu tidak menarik kembali walau seberat apa pun risikonya. Sungguh seandainya keputusan itu harus meminta korban 70 ribu prajurit dan bukan tujuh puluh prajurit, pastilah Rasulullah tidak akan ragu tetap menerapkan keputusan tersebut. Perang Badar memang telah membuahkan kemenangan yang sempurna, sementara perang Uhud juga adalah sebuah kemenangan meski dalam skala yang lebih kecil,” jelas Gulen.

TRENDING