Connect with us

EKBIS

Rupiah Melemah ke Rp16.312: Pasar Gelisah di Tengah Ancaman Perang Dagang dan Ketegangan Global

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Foto: Ist

AKTUALITAS.ID – Nilai tukar rupiah kembali dibuka melemah terhadap dolar Amerika Serikat pada perdagangan pagi ini, Rabu (4/6/2025). Mengutip data Bloomberg pukul 09.06 WIB, rupiah turun tipis 0,02% dan menyentuh level Rp16.312 per dolar AS, memperpanjang tren pelemahan yang terjadi sejak akhir Mei.

Pelemahan rupiah terjadi seiring tekanan terhadap sebagian besar mata uang Asia, di tengah ekspektasi pasar terhadap risiko geopolitik dan arah kebijakan perdagangan Amerika Serikat yang kian agresif.

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) justru melemah 0,12% ke 98,10, namun belum cukup memberi ruang pemulihan signifikan bagi rupiah.

🌏 Peta Mata Uang Asia: Melemah Berjamaah atau Selektif Pulih?

Performa mata uang Asia pagi ini bervariasi, mencerminkan sentimen pasar yang belum stabil:

Yen Jepang menguat 0,15%

Dolar Singapura naik 0,08%

Won Korea Selatan melonjak 0,42%

Baht Thailand menguat 0,37%

Namun, peso Filipina melemah 0,08%, rupee India turun 0,24%

Sementara itu, yuan China dan ringgit Malaysia masing-masing menguat 0,07% dan 0,14%, menunjukkan ketahanan relatif terhadap guncangan eksternal.

💣 Perang Dagang Trump Masih Jadi Bayangan Gelap

Meski indeks dolar sempat melemah, pasar valuta asing tetap dalam mode waspada setelah AS mengumumkan kenaikan tarif baja dan aluminium hingga 50%. Kebijakan tersebut mempertegas sikap keras Presiden Donald Trump menjelang pembicaraan dagang lanjutan dengan Presiden China Xi Jinping.

Kita melihat rebound kecil pada dolar, tapi belum ada sentimen yang cukup kuat untuk membalikkan tren secara menyeluruh,” kata Marc Chandler, Chief Market Strategist Bannockburn Global Forex.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengatakan Trump dan Xi kemungkinan akan mengadakan panggilan langsung dalam waktu dekat, namun hubungan yang semakin tegang membatasi ruang kompromi. Beijing bahkan menolak keras tudingan AS bahwa mereka telah melanggar kesepakatan dagang sebelumnya. (Yan Kusuma/Mun)

TRENDING