POLITIK
Jeda 2 Tahun Pemilu-Pilkada Dipertanyakan: Pengamat Sebut Ada Agenda Tersembunyi Bawaslu

AKTUALITAS.ID – Usulan pemberian jeda dua tahun antara pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dilontarkan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja menuai kritik pedas dari Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti. Ray menduga, gagasan tersebut lebih bermotif untuk mengamankan posisi Bawaslu ketimbang memperbaiki sistem kepemiluan.
Kritik tajam ini disampaikan Ray dalam diskusi bertajuk “Menjaga Marwah MK: Independen, Konsisten dan Efisien dalam Menangani Sengketa Pilkada Pasca PSU” yang digelar di Jakarta, Sabtu (10/5/2025).
“Saya kira ada unsur soal keinginan untuk menyelamatkan institusi Bawaslu. Sebab kalau dibuat dua tahun jedanya, itu artinya (anggota) Bawaslu tetap berada lima tahun (masa jabatannya),” ujar Ray.
Sebelumnya, Rahmat Bagja menawarkan tiga varian keserentakan pemilu untuk tahun 2029 mendatang. Selain opsi menggelar pemilu dan pilkada di tahun yang sama seperti 2024, Bagja mengusulkan jeda satu atau dua tahun antara kedua gelaran tersebut.
Varian kedua, misalnya, memisahkan pemilu nasional (memilih anggota DPR RI, DPD, dan presiden/wakil presiden) pada 2029 dan pemilu lokal (memilih DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur, dan bupati/wali kota) pada 2030 atau 2031. Varian ketiga juga menawarkan jeda serupa, namun pemilu 2029 akan mencakup pemilihan anggota DPR RI, DPD, presiden/wakil presiden, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, sementara pilkada digelar pada 2030 atau 2031.
Ray Rangkuti menilai usulan jeda dua tahun tersebut terlalu panjang dan mencurigakan. Menurutnya, jeda ideal antara pemilu dan pilkada adalah 12 bulan. Ia mencontohkan pemilu yang digelar pada Januari dapat diikuti pilkada pada Desember di tahun yang sama, atau pemilu Juni ke pilkada Juli tahun berikutnya.
“Kalau Anda minta 24 bulan, kayaknya ide untuk nyelamatin Bawaslu, bukan ide untuk memperbaiki sistem,” tegas Ray.
Sebelumnya, Rahmat Bagja dan Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengakui beratnya beban kerja penyelenggara Pemilu dan Pilkada 2024 yang digelar serentak. Bagja menilai penentuan ulang model keserentakan diperlukan untuk melindungi hak pemilih dan peserta pemilu. Afifuddin bahkan menyebut KPU “ngos-ngosan” dalam menyelenggarakan kedua agenda besar tersebut di tahun yang sama.
Meski demikian, Ray Rangkuti tetap mempertanyakan motif di balik usulan jeda dua tahun, dan menyarankan agar fokus utama adalah mencari solusi terbaik untuk efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemilu dan pilkada di masa depan, tanpa terkesan menguntungkan pihak tertentu. (Ari Wibowo/Mun)
-
OASE26/09/2025 05:00 WIB
Etika Bersosial Media Untuk Pasangan Suami Istri
-
JABODETABEK26/09/2025 13:30 WIB
Kombes Iman dan Kombes Edy Isi Jabatan Direktur Reserse Polda Metro
-
FOTO26/09/2025 16:03 WIB
FOTO: Kerjasama Mentrans dan Menperin Kembangkan Industri di Kawasan Transmigrasi
-
NUSANTARA26/09/2025 13:00 WIB
Dugaan Keracunan MBG yang Dialami Siswa SD, Diselidiki Pemkab Banyumas
-
NASIONAL26/09/2025 09:00 WIB
Puluhan Penerjun Bakal Meriahkan HUT ke 80 TNI Bulan Oktober Mendatang
-
POLITIK26/09/2025 14:30 WIB
DPR dan Pemerintah Setujui RUU BUMN, Berlanjut ke Paripurna
-
DUNIA26/09/2025 16:30 WIB
Trump Umumkan Tarif Baru untuk Obat, Truk, dan Furnitur
-
JABODETABEK26/09/2025 05:30 WIB
Jakarta Diperkirakan Cerah Berawan