Connect with us

DUNIA

Mantan Diplomat Inggris Ungkap Janji Suriah untuk Normalisasi dengan Israel di 2026

Aktualitas.id -

Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa, Foto: Ist

AKTUALITAS.ID – Mantan diplomat Inggris, Craig Murray, menggemparkan dunia dengan klaimnya mengenai potensi perubahan besar dalam peta politik Timur Tengah. Murray mengungkapkan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa, yang sebelumnya dikenal sebagai Abu Mohammed al-Jolani, secara diam-diam telah berjanji kepada Inggris untuk menormalisasi hubungan dengan Israel pada akhir tahun 2026. Janji tersebut mencakup pengakuan resmi negara Zionis itu dan pertukaran duta besar antar kedua negara.

Menurut Murray, langkah kontroversial yang diambil oleh pemimpin yang dulunya merupakan tokoh penting dalam kelompok militan Hay’at Tahrir Al-Sham (HTS) ini, didorong oleh motif pragmatis untuk menarik dukungan finansial besar-besaran dari Barat serta mengakhiri sanksi ekonomi yang melumpuhkan Suriah selama bertahun-tahun. Namun, yang lebih mengejutkan, Murray menyebutkan dalam pembicaraan rahasia tersebut, isu krusial mengenai penarikan pasukan pendudukan Israel dari wilayah Suriah sama sekali tidak dibahas.

“Langkah yang diambil oleh pemimpin kelompok militan Hay’at Tahrir Al-Sham (HTS) Abu Mohammed Al-Jolani ditujukan untuk menarik dukungan finansial yang besar dari Barat dan mencabut sanksi terhadap Suriah,” jelas Murray, seperti dikutip dari Middle East Monitor, Jumat (18/4/2025).

Lebih lanjut, Murray menyoroti percakapannya dengan sumber diplomatik Inggris, “Saya bertanya apakah penarikan pasukan pendudukan Israel dari Suriah merupakan bagian dari kesepakatan, dan yang mengejutkan, hal ini tidak disinggung oleh kedua belah pihak. Inggris menganggapnya sebagai masalah bilateral antara Suriah dan Israel, dan Al-Jolani tampaknya tidak memprioritaskan penarikan pasukan Israel.”

Klaim Murray menyebutkan pemerintah Inggris memandang isu penarikan pasukan Israel dari wilayah pendudukan sebagai urusan dua negara, Suriah dan Israel, tanpa keterlibatan pihak ketiga. Sementara itu, al-Jolani terkesan tidak menjadikan isu sensitif ini sebagai prasyarat utama dalam negosiasi normalisasi.

Dukungan MI6 di Balik Layar?

Di sisi lain, Uni Eropa (UE) memberikan penilaian positif terhadap kabinet ‘inklusif’ yang dibentuk oleh al-Jolani, menganggapnya sebagai pemenuhan janji dalam Konferensi Janji EU di Brussels pada 17 Maret lalu. UE menilai kabinet tersebut menunjukkan representasi komunitas Alawi dan Kristen, serta melibatkan menteri perempuan. Dalam konferensi tersebut, UE dan negara-negara lain berkomitmen memberikan pinjaman dan hibah sebesar USD6,25 juta untuk Suriah.

Namun, Murray menyajikan perspektif yang berbeda. Ia mengklaim bahwa kabinet tersebut didominasi oleh 21 sekutu dekat atau loyalis al-Jolani yang menduduki posisi-posisi kunci dalam pemerintahan. Dari 24 menteri, hanya tiga yang mewakili kelompok minoritas dan hanya satu perempuan yang berasal dari Kanada.

Lebih jauh lagi, Murray menuduh al-Jolani mendapatkan dukungan signifikan dari badan intelijen Inggris MI6 dan pasukan khusus Inggris yang beroperasi di Suriah. Tuduhan ini semakin menimbulkan keraguan atas motif sebenarnya di balik janji normalisasi hubungan dengan Israel. Murray berspekulasi tujuan utama dari para pendukung Barat adalah untuk mengkonsolidasikan kekuasaan di bawah pemerintahan al-Jolani yang dianggap lebih akomodatif terhadap kepentingan Israel, dan bahkan memprediksi adanya pembersihan terhadap pendukung al-Jolani yang dianggap terlalu radikal di masa mendatang.

Klaim mengejutkan dari mantan diplomat Inggris ini tentu berpotensi mengguncang stabilitas kawasan Timur Tengah dan memicu berbagai reaksi dari aktor-aktor regional maupun internasional. Jika klaim ini terbukti benar, normalisasi hubungan antara Suriah dan Israel tanpa adanya pembahasan mengenai wilayah pendudukan akan menjadi babak baru yang kontroversial dalam sejarah konflik Arab-Israel. (Mun/Yan Kusuma)

TRENDING