EKBIS
PPN Naik Jadi 12%, Ekonomi RI Diprediksi Merosot di Bawah 5%

AKTUALITAS.ID – Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 menuai kritik tajam dari para ekonom. Kebijakan ini dinilai akan semakin menekan daya beli masyarakat yang sudah melemah, sehingga memperlambat laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, menyatakan bahwa kenaikan PPN akan berdampak signifikan pada konsumsi rumah tangga, yang merupakan kontributor utama terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan porsi mencapai 53,08%.
“Jika PPN naik menjadi 12%, konsumsi rumah tangga berpotensi turun 0,26%. Dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga saat ini hanya 4,91% pada kuartal III-2024, maka pertumbuhan ekonomi akan semakin mendekati, bahkan di bawah 5%,” ujar Eko dalam seminar nasional di Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Data menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 hanya mencapai 4,95%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,05%. Pertumbuhan ini juga tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia (5,34%) dan Vietnam (7,4%).
Eko menilai bahwa kebijakan PPN yang dinaikkan di tengah tekanan ekonomi dapat memperburuk situasi. “Jika pemerintah tetap nekat menaikkan PPN menjadi 12%, pertumbuhan ekonomi bisa turun lagi sekitar 0,17%. Ini akan menjadi pukulan besar bagi ekonomi kita,” katanya.
Selain kenaikan PPN, Eko juga mengkritik pemerintah yang berpotensi menyalahkan dinamika global, seperti kembalinya Donald Trump ke kursi kepresidenan AS, sebagai alasan pelemahan ekonomi.
Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Firman Hidayat, mengingatkan bahwa kebijakan Trump yang berencana menaikkan tarif impor hingga 60% terhadap negara mitra dagang surplus, seperti China, bisa berdampak buruk bagi sektor perdagangan Indonesia.
“China adalah mitra dagang utama Indonesia. Kenaikan tarif ini dapat menekan ekspor kita, yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi,” kata Firman.
Selain jalur perdagangan, Firman juga memperingatkan risiko dari sisi keuangan global. “Kebijakan The Fed yang cenderung mempertahankan suku bunga tinggi dan kemungkinan capital outflow akibat kebijakan fiskal Trump akan menekan nilai tukar rupiah, memperburuk kondisi ekonomi domestik,” jelasnya.
Para ekonom mendesak pemerintah untuk meninjau kembali rencana kenaikan PPN agar tidak memperburuk kondisi ekonomi. “Mencapai target penerimaan pajak memang penting, tetapi jika itu dilakukan dengan mengorbankan daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, maka efek jangka panjangnya justru kontraproduktif,” tegas Eko.
Dengan tantangan ekonomi domestik dan global yang semakin berat, para analis berharap pemerintah mengambil langkah kebijakan yang lebih bijaksana dan berimbang untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. (Damar Ramadhan)
-
NUSANTARA24/04/2025 15:30 WIB
Mantan Kepala BPN Kolaka Diduga Gelapkan Dua Sertifikat Tanah Warisan Ahli Waris
-
NUSANTARA24/04/2025 12:30 WIB
Gunung Gede-Pangrango Buka Lagi, Tapi Ada Zona Terlarang untuk Pendaki
-
JABODETABEK24/04/2025 17:30 WIB
Wamenkop Tegaskan Program Koperasi Merah Putih Tak Bermuatan Politik
-
NASIONAL24/04/2025 16:00 WIB
Kejagung Serahkan 10 Bundel Dokumen ke Dewan Pers
-
JABODETABEK24/04/2025 21:30 WIB
Peradi Bersatu Bakal Laporkan Roy Suryo CS ke Polda Metro Jaya Soal Dugaan Ijazah Palsu Jokowi
-
JABODETABEK24/04/2025 18:30 WIB
Dukcapil DKI Jakarta Raih Peringkat Pertama dalam Penilaian Kinerja
-
JABODETABEK24/04/2025 19:30 WIB
Polda Metro Jaya Klarifikasi Dugaan Penembakan di Grogol
-
NASIONAL24/04/2025 15:00 WIB
Yayasan Tanpa Izin di Batanghari Ditutup Densus 88 Karena Diduga Jaringan NII