Connect with us

POLITIK

Rifqi: Revisi UU Pemilu Harus Jawab Ketidakharmonisan Aturan dan Kelemahan Penegakan Hukum

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pentingnya revisi Undang-Undang (UU) Pemilu dilakukan secara menyeluruh untuk menyelesaikan berbagai persoalan mendasar dalam sistem kepemiluan Indonesia.

Menurut Rifqi, ada tiga persoalan utama yang membuat pelaksanaan pemilu dan pilkada di Indonesia kerap diwarnai kebingungan, inkonsistensi, dan lemahnya penegakan hukum.

“Kalau kita lihat konteks regulasi pemilu di Indonesia, baik undang-undang maupun peraturan di bawahnya seperti PKPU dan Peraturan Bawaslu, ada setidaknya tiga persoalan krusial yang harus segera diselesaikan,” ujar Rifqi dalam keterangannya, Minggu (26/10/2025).

Pertama, Rifqi menyoroti tumpang tindih norma dan ketentuan antar-undang-undang yang mengatur hal serupa, terutama antara pemilu legislatif dan pilkada.

“Contohnya, pengaturan antara pemilu legislatif dan pilkada sama-sama diatur lewat PKPU, tapi substansinya berbeda. Akibatnya, penyelenggara sering kebingungan di lapangan,” jelasnya.

Kedua, Rifqi menilai banyak aturan dalam UU Pemilu yang mengandung norma multitafsir, sehingga menimbulkan perbedaan interpretasi di tingkat pelaksana maupun peserta pemilu.

“Banyak norma yang multitafsir sehingga pelaksana di lapangan menghadapi kebingungan. Ini membuat kepastian hukum menjadi lemah,” tambahnya.

Ketiga, Rifqi menyoroti bahwa realitas politik praktis di lapangan belum sepenuhnya diakomodasi dalam regulasi pemilu yang berlaku saat ini.

“Masih banyak persoalan politik praktis yang belum terakomodasi. Misalnya soal masa kampanye yang dibatasi hanya 65 atau 75 hari dengan banyak larangan di dalamnya,” ungkapnya.

Secara sosiologis, kata Rifqi, pembatasan tersebut sering tidak sesuai dengan dinamika politik yang terjadi di masyarakat.

“Kenyataannya, aktivitas politik tetap berlangsung di luar masa kampanye resmi, tapi secara hukum sulit dijerat karena tidak ada aturan tegas. Ini membuat penegakan hukum pemilu menjadi lemah,” tegasnya.

Rifqi menilai, revisi UU Pemilu ke depan harus mampu membangun harmonisasi regulasi, memperjelas norma, dan memperkuat kepastian hukum agar pemilu mendatang berjalan lebih transparan, efisien, dan berkeadilan. (Purnomo/Mun)

TRENDING