Berita
Abdul Karding: Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Lewat MPR Masih Dikaji
Pemilihan presiden ada di Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945.
AKTUALITAS.ID – Usulan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) agar Presiden dan Wakil Presiden kembali dipilih Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mendapat tanggapan beragam dari perbagai kalangan dan analis politik.
Usulan PBNU tersebut menurut anggota DPR Abdul Kadir Karding tidak serta merta langsung disetujui tapi harus dikaji lebih menyeluruh oleh MPR.
“Usulan dari PBNU itu saya kira biar dikaji di MPR dan biar jadi diskusi publik, saya tidak akan beropini,” kata dia di Temanggung, Jawa Tengah,
Abdul Kadir Karding mengemukakan hal itu usai menyerahkan bantuan sepeda motor pengangkut sampah kepada sejumlah kelompok bank sampah di Kabupaten Temanggung.
Karding menuturkan bahwa usulan pemilihan presiden oleh MPR tentu akan dibahas MPR karena soal pemilihan presiden itu harus ada di Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945.
“Akan tetapi, kalau saya pribadi setuju untuk DPRD memilih bupati/wali kota atau gubernur karena saya pernah mengalami waktu jadi anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah,” kata Karding.
Ketika menjadi anggota DPRD Provinsi Jateng, Karding pernah mengalami pemilihan gubernur oleh DPRD. Setelah 2004, pemilihan langsung, jadi telah mengalami dua masa tersebut.
“Saya pernah mengalami dua masa itu, saya lihat mudaratnya lebih kuat pilkada langsung,” katanya.
Menurut dia, dari sisi politik uang, tentu hasil kepemimpinan dipilih dari model-model politik uang, pragmatisme itu sudah bukan menjadi rahasia umum hampir tidak ada bupati atau gubernur terpilih “tidak menggunakan logistik yang banyak”.
“Hal itu akhirnya menjadi kebiasaan masyarakat dan berimbas pada pemilihan anggota legislatif, akhirnya menjadi DPRD, menjadi DPR itu juga kalau mau jujur juga mahal jadinya,” kata Karding.
Akhirnya, lanjut dia, orang-orang yang memang mempunyai kapasitas, peluangnya akan kecil untuk terpilih karena harus berdasarkan modal yang kuat.
“Itu salah satu mudaratnya, bukan berarti dipilih DPRD tidak ada uang, pasti ada tetapi ngontrol-nya akan jauh lebih mudah. Misalnya, kalau ada pemilihan KPK atau kejaksaan atau kepolisian untuk menyadap telepon satu per satu anggota dewan. Kalau terima duit, hajar itu akan selesai,” katanya.
Jika bicara demokrasi langsung atau tidak langsung, menurut dia, kedekatan pemilih dengan pemimpin tergantung pada pemimpinnya. Kalau pemimpinnya memang merakyat, dipilih dengan cara apa pun tetap akan merakyat.
Menyinggung soal pemilihan oleh DPRD, Karding sebagaimana dilansir Antara mengatakan bahwa hal itu akan mengurangi demokrasi.
Demokrasi ala Indonesia itu, kata dia, demokrasi musyawarah mufakat. Pancasila yang utama itu salah satunya adalah gotong royong dan musyawarah mufakat.
“Memang justru kalau pemilihan langsung ini secara jujur demokrasi permusyawaratan kita agak berkurang bobotnya. Itu pendapat pribadi, soal ada usulan dari PBNU saya kira biar dikaji di MPR dan jadi diskusi publik,” pungkas Abdul Kadir Karding.
-
NASIONAL29/10/2025 13:00 WIBProvinsi Dengan Pendaftar Terbanyak Akan Terima Kuota Haji Lebih Besar
-
NUSANTARA29/10/2025 12:30 WIBKeracunan Massal MBG Terjadi di Lembang Bandung Barat, Ratusan Anak Jadi Korban
-
NUSANTARA29/10/2025 18:00 WIBPolisi Ringkus Empat Pelaku Persetubuhan Anak Dibawah Umur di Riau
-
OLAHRAGA29/10/2025 14:30 WIBVeda Ega Pratama Naik Kelas ke Moto3 2026
-
FOTO29/10/2025 17:49 WIBFOTO: Projo Siap Gelar Kongres III Awal November 2025
-
DUNIA29/10/2025 14:00 WIBLagi! Israel Langgar Gencatan Senjata dan Bunuh Sembilan Warga Gaza
-
EKBIS29/10/2025 16:00 WIBPastikan Harga Pupuk Turun, Mentan Lakukan Sidak
-
JABODETABEK29/10/2025 13:30 WIBPuluhan Pemotor Tergelincir Akibat Tumpahan Minyak

















