Putusan MA Menangkan Rachmawati, Perludem Sebut Kedaluwarsa


AKTUALITAS.ID – Direktur Perludem Titi Anggraini menilai putusan Nomor 44 P/HUM/2019 gugatan Rachmawati Soekarnoputri terkait Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum kedaluwarsa. Dia menyebut gugatan yang diajukan Rachmawati dkk itu melampaui batas waktu pengujian peraturan KPU.

“Pasal yang diuji Ibu Rachmawati dkk itu adalah pasal yang sama persis bunyinya dengan substansi MK Nomor 52 Tahun 2014, dalam hal hanya terdapat dua pasangan calon pemilu presiden dan wakil presiden, KPU menetapkan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai paslon terpilih. Jadi di sini syarat sebaran tidak dihitung, karena merujuk putusan MK Nomor 52 tahun 2014. Nah, kemudian putusan MA Nomor 44 HUM 2019, kalau kita analisis lebih lanjut ternyata kedaluwarsa. Dia melampaui batas waktu pengujian peraturan KPU,” kata Titi dalam diskusi online yang bertajuk ‘Jokowi Batal Jadi Presiden?’, Kamis (9/7/2020).

Kedaluwarsa yang dimaksud Titi ini karena Rachmawati mengajukan gugatan atas PKPU ini pada 13 Mei 2019 dan terdaftar 14 Mei 2019. PKPU yang digugat tentang Pasal 3 ayat (7) PKPU Nomor 5 Tahun 2019 diundangkan pada Januari 2019. Menurut Titi, PKPU hanya bisa diuji 30 hari setelah PKPU diundangkan. Namun Rachmawati menggugatnya pada bulan Mei. Karena itu, gugatan tersebut dinilai Titi kedaluwarsa.

“Jadi para pemohon ini mengajukan permohonanya tanggal 13 Mei 2019 dan diterima kepaniteraan MA 14 Mei. Nah, peraturan KPU ditetapkan 29 Januari 2019. DI UU Pemilu, untuk menjaga keajekan dan kepastian pemilu tahapan di mana posisi publik harus jelas kerangka waktu tertentu, misalnya presiden dilantik 20 Oktober, lalu DPR 1 Oktober, maka kerangka waktu yang spesifik diimbangi dengan menjaga keajekan,” katanya.

“Tahapan Pasal 76 ayat 3 UU/7/2017 mengatur permohonan pengujian terhadap aturan KPU itu harus dilakukan paling lambat 30 hari sejak peraturan KPU diundangkan, tetapi permohonan Ibu Rachmawati dkk soal pengujian PKPU itu dilakukan 13 Mei, berarti jauh sekali bulan Januari, sudah lewat 30 hari, tapi MA tetap putuskan tindak lanjuti dengan alasan faktor kerugian. Itu tidak bisa ditimbulkan pada ketika peraturan KPU ditetapkan, kerugian baru bisa dihitung pada pemungutan suara,” sambungnya.

Menurut Titi, alasan MA tidak kuat jika menilai gugatan itu diputus karena kerugian pemilu tidak bisa dihitung setelah penghitungan suara. Titi menilai penghitungan kerugian pemilu atas PKPU juga bisa dilihat sebelum pemilu itu berlangsung saat sudah ketahuan calon presiden ada dua kandidat.

“Padahal calon ada dua itu sudah bisa diketahui dari bulan Januari, bahkan dari bulan penetapan calon bulan Oktober, kan ketahuan kalau calonnya ada dua, kenapa kemudian ukuran kerugian itu diukur pada hari pemungutan suara? Jadi saya nilai MA sebenarnya secara tidak langsung di dalam putusan (nomor) 44 ini sudah melakukan pengujian atas Pasal 76 ayat 3 UU/7/2017, padahal pengujian undang-undang hanya bisa dilakukan oleh MK. Jadi ini problematikanya, di situ sudahlah putusan pengajuan peraturan KPU kedaluwarsa, tapi MA kemudian beri tafsir berbeda atas Pasal 76 ayat 3,” ungkapnya.

Dia juga menilai putusan MA ini tidak akan mempengaruhi hasil pilpres yang sudah menetapkan Jokowi-Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wapres RI. “Putusan MA nggak berdampak hukum, karena pertama putusan nggak bisa berlaku akibat peraturan KPU yang sudah selesai pelaksanaannya, karena sudah ditetapkan hasil dan calon terpilih sudah dilantik,” tegasnya.

Lebih lanjut mantan komisioner KPU Hadar Nafis Gumay juga menyayangkan putusan MA ini. Dia juga sependapat dengan Titi bahwa putusan MA ini tidak akan berdampak pada hasil pemilu.

“Saya dukung teman-teman yang ingin tanya ke MA, ini apa maksudnya, ada motif apa, itu yang saya sayangkan ini terjadi. Tetapi saya ikut sama-sama bahwa putusan ini tak berdampak apa-apa terhadap hasil pemilu yang sudah ditetapkan, dan sekarang sudah jadi di pemerintahan kita,” kata Hadar dalam diskusi itu.