Australia Sebut Tak Ada Dasar Hukum Klaim China atas Laut China Selatan


Ilutrasi, Foto: Istimewa

Australia telah menolak klaim teritorial dan maritim China di Laut China Selatan dalam sebuah deklarasi resmi untuk PBB, menyelaraskan posisi Negara Kanguru lebih dekat dengan Amerika Serikat dalam pertikaian yang semakin menghangat.

Dalam pernyataan resmi yang dirilis, Australia mengatakan tak ada dasar hukum terkait klaim China di sana, termasuk pembangunan pulau buatan dan terumbu karang.

“Australia menolak klaim China atas hak bersejarah atau kepentingan maritim di Laut China Selatan. Tidak ada dasar hukum bagi China menggambar garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar laut atau pulau-pulau di Laut China Selatan,” bunyi pernyataan itu. , seperti yang dikutip dari AFP pada Sabtu (25/7).

Deklarasi itu muncul setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo, menyatakan usaha Beijing menguasai wilayah dan sumber daya di Laut China Selatan sebagai ilegal, secara eksplisit mendukung klaim teritorial negara-negara Asia Tenggara terhadap China.

China mengklaim hampir semua Laut China Selatan berdasarkan apa yang disebut garis sembilan batang, garis batas yang samar dari peta yang berasal dari tahun 1940-an.

Ketegangan ini terjadi menjelang pembicaraan tahunan antara Australia dan AS, dengan para menteri melakukan perjalanan ke Washington untuk pertama kalinya sejak perbatasan Australia ditutup karena pandemi virus corona.

Pertemuan-pertemuan itu datang pada “waktu kritis” dan sangat penting mereka diadakan secara tatap muka, Menteri Luar Negeri Marise Payne dan Menteri Pertahanan Linda Reynolds mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu.

Hubungan AS dengan China telah memburuk dalam beberapa bulan terakhir, terutama karena perselisihan perdagangan, pandemi virus corona dan tindakan keras Beijing terhadap demonstrasi di Hong Kong.

Pada hari Jumat (24/7), Beijing memerintahkan konsulat AS di Chengdu untuk tutup, pembalasan dari penutupan konsulatnya di Houston atas tuduhan menjadi pusat pencurian kekayaan intelektual.

Payne dan Reynolds juga menulis sebuah artikel di surat kabar The Australian pada hari Sabtu, yang menyebut undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan di Hong Kong bulan lalu sebagai “pemantauan dan samar”.

“Kami menghadapi krisis kesehatan masyarakat, pergolakan ekonomi dan bangkitnya rezim otoriter yang menggunakan paksaan dalam upaya untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh dengan mengorbankan kebebasan dan kedaulatan kami,” tulis mereka.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>