Connect with us

Berita

Ketua Panja Tegaskan Tak Ada Pasal Selundupan Pada UU Ciptaker

AKTUALITAS.ID – Ketua Panitia Kerja (Panja) UU Cipta Kerja Supratman Andi Agtas menegaskan tidak ada pasal selundupan dalam draf final yang disampaikan kepada Presiden Joko Widodo. “Saya pastikan tidak ada penyelundupan pasal, tidak ada penyunatan masal,” katanya dalam acara televisi, Selasa (20/10/2020). Ia mengatakan penyerahan draf omnibus law tersebut sudah sesuai dengan Pasal 95 UU […]

Published

on

AKTUALITAS.ID – Ketua Panitia Kerja (Panja) UU Cipta Kerja Supratman Andi Agtas menegaskan tidak ada pasal selundupan dalam draf final yang disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.

“Saya pastikan tidak ada penyelundupan pasal, tidak ada penyunatan masal,” katanya dalam acara televisi, Selasa (20/10/2020).

Ia mengatakan penyerahan draf omnibus law tersebut sudah sesuai dengan Pasal 95 UU No. 12 Tahun 2011, dimana draf yang disebarluaskan kepada masyarakat adalah draf final yang bakal diundangkan.

“Kalau ada yang mengatakan kita tidak transparan dan ada perubahan. Saya pastikan tidak ada satupun penambahan dari sisi subtansi terkait perubahan subtansial dari yang kita putuskan di tingkat panja,” lanjutnya.

Lebih lanjut, ia juga menampik tudingan berbagai pihak bahwa pembahasan undang-undang tersebut tidak melibatkan publik dan menutup mata dari masukan masyarakat.

Andi menegaskan dirinya pribadi terlibat dalam uji publik bersama elemen masyarakat, maupun lembaga terkait. Misalnya ketika membahas sertifikasi halal dan Majelis Ulama Indonesia.

Ia menyampaikan dalam diskusi tersebut MUI ingin mempertahankan kewenangan penetapan fatwa halal. Keinginan tersebut, kata Andi, dikabulkan dalam UU Cipta Kerja.

Serupa halnya dengan saran Persatuan Wartawan Indonesia yang meminta aturan terkait UU Pers dihapus, dan dikabulkan. Kemudian desakan organisasi masyarakat dan pemerhati pendidikan agar klaster pendidikan dicabut yang juga dilakukan.

“Kami dengar dan kami nyatakan bersama pemerintah seluruh enam UU yang terkait pendidikan nasional, kami tarik dari UU Cipta Kerja,” ujarnya.

Selanjutnya, ia menyampaikan ada masukan dari asosiasi pemerintah kabupaten/kota dan provinsi yang tidak ingin kewenangan pemerintah daerah dihapus. Ia pun menjelaskan hal ini diupayakan.

Andi menjelaskan kewenangan pemerintah tidak diambil alih pemerintah pusat dalam UU Cipta Kerja. Melainkan disederhanakan untuk memberikan kepastian dari sisi tenggat waktu untuk penyelesaian permohonan perizinan.

Berkaca pada sejumlah keputusan tersebut, ia menegaskan DPR mendengar aspirasi masyarakat selama proses pembahasan UU Cipta Kerja. Termasuk aspirasi dari setiap fraksi di DPR.

“Saya pastikan tidak ada satu fraksi pun yang menolak selama proses pembahasan di tingkat panja. Kalaupun kemudian akhirnya dalam proses pengambilan keputusan kawan-kawan kami, demokrat atau PKS, dalam pandangan berbeda dari yang kita hasilkan di panja. Saya tentu sebagai ketua panja tidak bisa mencampuri,” ungkapnya.

“Tapi yang saya pastikan tidak ada satupun pengambilan keputusan di dalam daftar inventarisasi masalah [di panja] yang diambil lewat mekanisme pengambilan keputusan dengan suara terbanyak. Itu tidak ada,” lanjut Andi.

UU Cipta Kerja menuai sejumlah penolakan, khususnya setelah diketok di Rapat Paripurna pada 5 Oktober lalu. Elemen masyarakat mulai dari buruh sampai mahasiswa pun menuding pembahasan beleid itu minim partisipasi publik.

Ketika disahkan, mayoritas fraksi di DPR menyetujui UU Cipta Kerja. Yang menyatakan menolak hanya Demokrat dan PKS, dua partai yang menjadi oposisi di pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

OASE

INFOGRAFIS

WARGANET

Trending