Connect with us

NASIONAL

KPK: Penyidikan Kasus Nikel Rp2,7 T Dihentikan karena Bukti Tidak Cukup dan Daluwarsa

Aktualitas.id -

kpk, korupsi,
Gedung Merah Putih KPK, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menghentikan proses penyidikan kasus dugaan korupsi izin pertambangan nikel senilai Rp2,7 triliun yang menjerat mantan Bupati Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Aswad Sulaiman. Penghentian penyidikan dilakukan karena tidak ditemukan bukti yang cukup, serta sebagian perkara dinyatakan kedaluwarsa.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam perkara tersebut telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

“Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan. Pasal 2 dan Pasal 3 terkendala pada penghitungan kerugian keuangan negara,” ujar Budi melalui keterangan tertulis, Minggu (28/12).

Selain itu, Budi menjelaskan bahwa tempus perkara yang terjadi pada 2009 turut memengaruhi proses hukum, khususnya terkait dugaan suap yang telah melewati masa daluwarsa.

“Dengan tempus perkara yang sudah 2009 ini juga berkaitan dengan daluwarsa perkaranya, yakni terkait pasal suap,” imbuhnya.

Menurut Budi, penghentian penyidikan ini dilakukan untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada seluruh pihak terkait. Ia menegaskan bahwa setiap proses penegakan hukum harus berjalan sesuai norma dan asas hukum yang berlaku.

Keputusan tersebut, lanjutnya, juga sejalan dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, yang mengatur asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Meski penyidikan dihentikan, KPK menegaskan tetap membuka peluang jika terdapat informasi atau bukti baru dari masyarakat.

“Kami terbuka, apabila masyarakat memiliki kebaruan informasi yang terkait dengan perkara ini untuk dapat disampaikan kepada KPK,” kata Budi.

Latar Belakang Kasus

Sebelumnya, KPK menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka pada Oktober 2017 dalam kasus dugaan korupsi pemberian izin pertambangan nikel di Kabupaten Konawe Utara. Saat itu, KPK menyebut potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp2,7 triliun.

“Indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya sebesar Rp2,7 triliun, yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat perizinan yang melawan hukum,” ujar Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK saat itu, dalam konferensi pers 3 Oktober 2017.

Aswad diketahui menjabat sebagai Bupati Konawe Utara pada periode 2007–2009 dan 2011–2016. Ia diduga menerbitkan izin kuasa pertambangan eksplorasi, eksploitasi, serta izin usaha produksi kepada sejumlah perusahaan sejak 2007 hingga 2014.

Selain dugaan kerugian negara, Aswad juga disangkakan menerima suap sebesar Rp13 miliar dari beberapa perusahaan tambang nikel selama periode 2007–2009.

“Diduga telah menerima uang sejumlah Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan kepada Pemerintah Kabupaten Konawe Utara,” kata Saut.

Dalam perkara dugaan suap tersebut, Aswad sempat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kabupaten Konawe Utara sendiri dikenal sebagai salah satu penghasil nikel terbesar di Sulawesi Tenggara, dengan sejumlah perusahaan tambang beroperasi di wilayah tersebut. (Bowo/Mun)

TRENDING