Connect with us

OASE

Menuntut Ilmu yang Berkah: Kunci Kesuksesan Dunia dan Akhirat

Aktualitas.id -

Ilustrasi - Santri saat mengaji. (ist)

AKTUALITAS.ID – Setiap orang memiliki tujuan berbeda dalam menuntut ilmu. Ada yang belajar demi kepentingan jangka pendek, sementara yang lain menjadikannya bekal untuk kehidupan dunia dan akhirat. Namun, yang paling penting dalam menuntut ilmu adalah mendapatkan keberkahannya.

Makna Ilmu yang Berkah

Kata “berkah” berasal dari bahasa Arab barakah, yang menurut Imam al-Ghazali berarti ziyadah al-khair—bertambahnya kebaikan. Ilmu yang berkah adalah ilmu yang tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain serta mendatangkan kebaikan yang berkelanjutan. Salah satu tandanya adalah ketika ilmu tersebut diamalkan dengan baik.

Dalam kitab Ayyuha al-Walad, Imam al-Ghazali menegaskan bahwa sebanyak apa pun ilmu yang dipelajari, bahkan jika seseorang menghafal ribuan kitab, ia tidak akan mendapat rahmat Allah jika tidak mengamalkannya. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, seperti yang terdapat dalam QS al-Najm: 39 dan al-Kahf: 110.

Keberkahan Ilmu Dimulai dari Niat yang Benar

Imam az-Zarnuji menekankan bahwa seorang penuntut ilmu harus memiliki niat yang lurus. Ia harus menuntut ilmu demi meraih ridha Allah, memahami agama dengan benar, serta menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri dan orang lain. Sebab, kelanggengan Islam bergantung pada ilmu, dan ketakwaan tidak akan sempurna tanpa pemahaman yang benar.

Selain niat, keberkahan ilmu juga bergantung pada sikap penuntut ilmu terhadap ilmu itu sendiri, gurunya, dan orang-orang yang mengajarkannya. Imam az-Zarnuji menyebutkan bahwa seseorang tidak akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat kecuali jika ia menghormati ilmu, ahli ilmu, dan guru yang mengajarkannya.

Ta’dzim kepada Guru, Kunci Keberhasilan Peradaban Islam

Dalam sejarah Islam, penghormatan kepada guru menjadi bagian dari tradisi keilmuan. Sahabat Ali bin Abi Thalib, yang disebut oleh Rasulullah SAW sebagai Bab al-‘Ilmi (pintu ilmu), pernah berkata, “Saya adalah hamba bagi orang yang mengajarkan saya satu huruf. Terserah padanya, apakah ia mau menjual saya, membebaskan saya, atau tetap menjadikan saya hambanya.”

Tidak hanya murid, para orang tua pun seharusnya menghormati guru anak-anak mereka. Pada masa keemasan Islam, para orang tua sangat antusias menyekolahkan anak-anak mereka kepada ulama. Mereka memberikan dukungan penuh serta penghormatan tinggi kepada para pendidik.

Kisah Sultan Muhammad al-Fatih menjadi contoh nyata. Dalam kitab Fatih al-Qasthinthiniyah, sejarawan As-Shalabi mencatat bahwa suatu ketika guru sang Sultan, Syekh Aq Syamsuddin, memasuki istana saat al-Fatih sedang bermusyawarah dengan para pembesar Utsmaniyah. Tanpa ragu, sang Sultan segera berdiri dan menyambut gurunya dengan penuh hormat. Ia bahkan berkata kepada perdana menterinya, “Perasaan hormatku kepada Syekh Aq Syamsuddin sangat mendalam. Apabila orang lain berada di sisiku, tangan mereka akan bergetar. Sebaliknya, jika aku melihatnya, justru tanganku yang bergetar.”

Mengejar Ilmu yang Berkah untuk Dunia dan Akhirat

Menuntut ilmu bukan sekadar mencari wawasan, tetapi juga meraih keberkahan yang akan mendatangkan manfaat dunia dan akhirat. Dengan niat yang benar, penghormatan kepada guru, serta pengamalan ilmu yang telah dipelajari, seorang penuntut ilmu dapat mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah SWT dan menjadi sumber kebaikan bagi sesama. (YAN KUSUMA/RIHADIN)

TRENDING