Usai Gencatan Senjata dengan Armenia, Azerbaijan Klaim Menang


Seorang pria Azerbaijan mengibarkan bendera Azerbaijan dan bendera Turki setelah Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengklaim pasukan Azerbaijan telah merebut Shushi, sebuah kota utama di wilayah Nagorno-Karabakh yang telah di bawah kendali etnis Armenia selama beberapa dekade di Baku, Azerbaijan, Minggu (8/11/2020).(AP Photo)

Pemerintah Azerbaijan mengklaim mereka menjadi pihak yang menang setelah menandatangani kesepakatan gencatan senjata dengan Armenia, terkait konflik sengketa wilayah Nagorno-Karabakh.

Seperti dilansir AFP, Jumat (13/11), Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, menyebut Armenia sudah menyerah kalah, setelah menandatangani kesepakatan gencatan senjata dengan ditengahi Rusia.

Sedangkan Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, menyatakan perjanjian gencatan senjata itu menyakitkan bagi dia dan rakyat.

Dalam kenyataan di lapangan, Azerbaijan memang berhasil merebut sejumlah daerah di kawasan Nagorno-Karabakh, termasuk kota Shusha.

Sedangkan Armenia menyatakan bersedia menarik pasukan mereka dari wilayah Nagorno-Karabakh.

Mereka perlahan-lahan merebut wilayah selatan Nagorno-Karabakh, kemudian maju menuju kawasan tengah. Titik balik pertempuran terjadi pada Minggu (8/11) pekan lalu saat pasukan Azerbaijan merebut Shusha yang menjadi kota terpenting kedua di Nagorno-Karabakh.

Rakyat Azerbaijan pun bersuka cita dan turun ke jalan merayakan kesepakatan itu. Mereka meneriakkan slogan sambil mengibarkan bendera Azerbaijan.

“Saya sangat senang dan mengucapkan selama kepada ibu pertiwi. Saya berharap tanah ini akan menjadi milik kami selamanya,” kata seorang penduduk di ibu kota Baku.

Usai pengumuman gencatan senjata, sejumlah warga Armenia menyerbu dan menduduki gedung parlemen di ibu kota Yerevan. Massa merusak gedung pemerintahan dan mendesak Pashinyan mengundurkan diri.

Mereka menyatakan tidak terima dengan perjanjian itu. Polisi berhasil mengambil alih gedung parlemen.

Akan tetapi, kelompok oposisi menyatakan akan menggelar unjuk rasa mendesak supaya Pashinyan mengundurkan diri.

Pashinyan mengatakan dia bertanggung jawab atas kesepakatan itu yang dianggap sebagai bencana. Namun, dia beralasan keputusan itu diambil karena kondisi bisa berkembang lebih buruk.

“Sangat penting untuk menarik pelajaran, ini akan membantu Armenia membangun masa depan,” kata Pashinyan.

Sementara itu, Rusia mengirimkan 1.960 pasukan penjaga perdamaian dilengkapi dengan 90 kendaraan angkut personel lapis baja ke wilayah perbatasan Nagorno-Karabakh. Tugas mereka sebagai penjaga perdamaian akan diperbarui setiap lima tahun.

Peperangan antara Armenia dan Azerbaijan memperebutkan Nagorno-Karabakh sudah terjadi selama beberapa dasawarsa. Namun, konflik semakin sengit sejak akhir September 2020 lalu.

Sampai saat ini tercatat ada 1.400 orang meninggal dalam peperangan yang berlangsung hampir delapan pekan, termasuk warga sipil. Namun, beberapa pihak menduga jumlah korban sebenarnya bisa jauh lebih tinggi.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>