Usai AS Sanksi Kudeta Militer, Unjuk Rasa di Myanmar Berlanjut


Polisi menembakkan meriam air ke arah kerumunan pengunjuk rasa di Naypyidaw, Myanmar pada 8 Februari 2021. (STR/AFP)

Pengunjuk rasa menentang kudeta militer Myanmar kembali terjadi setelah Amerika Serikat memberikan sanksi kepada militer berupa pembekuan aset.

Dilansir AFP, aksi dilakukan hari ini, Jumat (12/2) merupakan kali ketujuh yang berlangsung selama berturut-turut. Sementara pihak militer Myanmar tengah bersiap untuk menghadapi demonstran yang turun ke jalan.

Demonstran menuntut jenderal selaku pemimpin militer Myanmar yang melakukan kudeta untuk melepaskan kekuasaan.

Namun, kepolisian telah menggunakan gas air mata, meriam air, dan peluru karet terhadap demonstran. Pun sejumlah awak media terjebak dalam kerumunan yang mendapat serangan tersebut.

Demonstran yang berlangsung di Myanmar sendiri membuat hampir seluruh pekerja di berbagai perusahaan mogok kerja. Hal ini membuat Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw), Jenderal Min Aung Hlaing, meminta pekerja kembali bekerja. Sampai saat ini demo berjalan dengan damai.

“Mereka yang tidak mengerjakan tugasnya diminta segera kembali menjalankan tugas untuk kepentingan negara dan rakyat tanpa terpengaruh emosi,” kata Min Aung Hlaing dalam pidato yang dilaporkan media pemerintah.

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menjatuhkan sanksi kepada Myanmar berupa pembekuan aset senilai US$1 miliar sebagai buntut dari kudeta militer. Hal itu membuat para jenderal tidak bisa mengakses aset tersebut.

“Saya telah menyetujui perintah eksekutif baru yang memungkinkan kami untuk segera memberikan sanksi pada para pemimpin militer yang mengarahkan kudeta, kepentingan bisnis mereka, serta keluarga dekat mereka,” ucap Biden, Rabu (10/2) seperti dikutip dari AFP.

Biden juga mendesak militer Myanmar segera membebaskan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Mynt. Kedua sosok penting dalam demokrasi Myanmar itu ditahan sejak pekan lalu.

Setelah melakukan kudeta militer Myanmar Tatmadaw telah menyatakan status darurat selama setahun. Mereka juga menyatakan kekuasaan pemerintah Myanmar telah diserahkan kepada Panglima Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing.

Kudeta oleh militer Myanmar dilakukan setelah Tatmadaw menolak mengakui hasil pemilu 8 November lalu karena dinilai curang. Mereka menuding ada jutaan pemilih palsu dalam pemilu kemarin dan menuntut Komisi Pemilihan Umum Myanmar memberikan daftar pemilih akhir untuk diverifikasi.

Kudeta tersebut telah memicu gelombang unjuk rasa di penjuru Myanmar. Demonstran antikudeta turun ke jalan selama tujuh hari. Aksi ini disebut akan terus berlangsung meski satu orang wanita tertembak dan kritis.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>