Sepanjang Demo, Harga Bahan Pangan di Myanmar Merangkak Naik


Lembaga Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan kenaikan bahan pangan dan bahan bakar di Myanmar beresiko menyebabkan kelaparan bagi keluarga miskin di negara yang tengah dilanda krisis akibat kudeta itu.

Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu mengatakan harga pangan mengalami kenaikan selama gelombang unjuk rasa. Mereka menyatakan harga minyak sawit naik 20 persen, beras naik 4 persen di daerah Yangon dan Mandalay sejak akhir Februari.

Direktur WFP Stephen Anderson mengatakan tanda-tanda itu meresahkan.

“Setelah mengatasi pandemi Covid-19, jika tren harga ini terus berlanjut, hal itu akan sangat merusak kemampuan orang yang paling miskin dan paling rentan untuk menyediakan makanan yang cukup bagi keluarga mereka,” dikutip dari Reuters, Selasa (16/3).

Harga bahan bakar pun meningkat sebesar 15 persen di seluruh Myanmar sejak kudeta pada 1 Februari. Hal itu memicu kekhawatiran akan berdampak kepada kenaikan harga pangan.

“Kenaikan harga pangan dan bahan bakar ini diperparah oleh hampir lumpuhnya sektor perbankan, perlambatan pengiriman uang, dan batasan luas pada ketersediaan uang tunai,” demikian isi pernyataan WFP.

Menurut WFP, di Negara Bagian Kachin harga beras terus melonjak hingga 35 persen, sementara harga minyak goreng dan kacang-kacangan naik drastis di beberapa wilayah Negara Bagian Rakhine di barat, kata WFP dalam sebuah pernyataan.

Juru bicara dewan militer tidak menanggapi panggilan telepon untuk dimintai komentar. Media pemerintah minggu ini melaporkan para petani mengharapkan harga yang bagus untuk tanaman bawang dan buncis mereka.

Badan tersebut mengulangi seruan dari Sekjen PBB agar keinginan rakyat Myanmar dipenuhi.

“Di WFP kami tahu betul bagaimana kelaparan dapat dengan cepat terjadi ketika perdamaian dan dialog dikesampingkan,” ucap Anderson.

WFP membantu mendukung lebih dari 360.000 orang di Myanmar, banyak di antara mereka mengungsi akibat konflik selama dekade terakhir.

Selama aksi penolakan kudeta berlangsung, dilaporkan sebanyak 183 orang tewas oleh pasukan keamanan.

Myanmar sebelumnya juga pernah dipimpin militer, setelah mereka melakukan kudeta tahun 1962. Akibat kudeta itu, Myanmar menjadi salah satu negara termiskin di Asia, padahal negara itu pernah menjadi lumbung beras utama Asia.

Perekonomian berkembang kembali setelah militer menarik diri dari politik satu dekade lalu.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>