Anggota Baleg DPR Ajak Akademisi Dukung Terhadap Permendikbudristek No 30 Tahun 2021


Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari

AKTUALITAS.ID – Anggota Badan Legislasi DPR RI Fraksi NasDem, Taufik Basari mengajak semua pihak khususnya kalangan akademisi dan pengelola lembaga pendidikan tinggi untuk memberikan dukungan penuh terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 tahun 2021. Aturan tersebut berisi tentang penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

Taufik menyebut keluarnya aturan tersebut membuat DPR makin bersemangat menuntaskan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Dia berharap peraturan nomor 30 tahun 2021 ini bisa melengkapi SK yang dikeluarkan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag nomor 5494 Tahun 2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.

“Inisiatif dari Kemendikbud Ristek dan Kementerian Agama ini menjadi penyemangat bagi DPR untuk segera menuntaskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang diharapkan akan menjadi payung hukum bagi upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di Indonesia yang sudah dalam kondisi darurat ini,” kata Taufik pada wartawan, Rabu (10/11).
Taufik juga mengingatkan bahwa sudah menjadi kewajiban kampus memberikan pendampingan, perlindungan, dan pemulihan korban harus menjadi perhatian serius. Dia tidak ingin korban pelecehan seksual justru mendapatkan ketidakadilan.

“Korban membutuhkan waktu untuk memberikan laporan atas kasus yang menimpanya, butuh keberanian untuk bicara, jangan sampai ada kesan kampus justru tidak berpihak pada korban apalagi jika kasus kekerasan seksual yang terjadi tidak sampai masuk ke ranah hukum” kata Taufik.

Menurut Taufik, kekerasan seksual di lingkungan kampus sudah menjadi hal yang harus menjadi perhatian serius. Merujuk pada Survei Koalisi Ruang Publik Aman tahun 2019 lalu lingkungan sekolah dan kampus menempati urutan ketiga lokasi terjadinya kekerasan seksual (15%), setelah jalanan (33%) dan transportasi umum (19%).
Anggota Komisi III DPR RI ini juga prihatin akan masih banyaknya kesalahpahaman terhadap konsep pengaturan mengenai kekerasan seksual ini.

“Kesalahpahaman tersebut terjadi karena masih ada yang belum memahami bahwa aturan ini berangkat dari kewajiban untuk memberikan jaminan perlindungan hak atas rasa aman, hak hidup, hak atas kesehatan, hak bebas dari diskriminasi serta hak bebas dari perlakukan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, oleh karena itu tidak boleh ada seorangpun menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk melanggar hak-hak tersebut,” tegasnya.

Taufik menambahkan bahwa adanya ketimpangan relasi kuasa memberikan potensi terjadinya pelanggaran hak tersebut, khususnya dalam bentuk kekerasan seksual. Sementara itu, tambahnya, kekerasan seksual sayangnya masih sering dipandang sebagai suatu hal yang tidak penting, perbuatan wajar atau bahkan dipandang sebagai akibat dari kesalahan korban.

“Kebutuhan akan adanya kesadaran mengenai pentingnya menjaga ruang interaksi yang aman dari kekerasan seksual melalui aturan hukum ini diharapkan dapat membangun perspektif yang utuh terhadap pentingnya jaminan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan atas hak asasi manusia dan memanusiakan manusia”, jelas Taufik.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>