Gus Hilmy Ajak Masyarakat Teladani Prinsip Syekh Abdul Qadir Al-Jilani


Anggota DPD RI Hilmy Muhammad yang juga pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta

AKTUALITAS.ID – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dapil DI Yogyakarta, Hilmy Muhammad mengajak para jamaah Pesantren al-Hadi dan masyarakat untuk lebih mengenal para ulama agar dapat meneladani sifat-sifat atau kebiasaan-kebiasan baik mereka. 

“Adanya majelis-majelis seperti ini, disamping dalam rangka berdoa dan bermujahadah, juga diharapkan bisa memberi pemahaman kepada masyarakat tentang tokoh dan kebiasaan-kebiasaan baik mereka, agar masyarakat bisa semakin mengenal, dan kemudian meniru serta meneladani mereka dalam berbagai aspek kehidupan,” kata Hilmy yang juga pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, dalam acara Pembacaan Manaqib Syaykh Abdul Qadir al-Jilani dan Mawlid Diba’i ayng diselenggarakan oleh Jamaah Kanzul Hidayah di Pondok Pesantren al-Hadi, Krapyak Wetan, Panggungharjo, Sewon,Bantul pada Kamis malam (9/05/2024).

Menurutnya,  tradisi membaca maulid, manaqib, dala’il, hizm merupakan tradisi yang mengakar bukan hanya di Indonesia, tapi juga berlaku di seluruh penjuru negera-negara muslim di dunia, baik di negeri-negeri Asia, Eropa, maupun Amerika.

“Bacaan-bacaan itu berasal dari tradisi dan kreasi para ulama, kiai, dan aulia. Isinya tentang bacaan-bacaan yang baik, doa-doa dan shalawat, serta pitutur-pitutur luhur tentang sejarah baik Kanjeng Nabi dan para ulama. Seperti Mawlid Diba’ dan Manaqib Syaykh Sayyid Abdul Qodir al-Jilani yang berisi sejarah dan hal-hal baik tentang Kanjeng Nabi dan Syaykh Abdul Qadir al-Jilani,”jelas pria yang biasa disapa Gus Hilmy.

Dirinya juga menyatakan bahwa Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang ditulis oleh Sayyid Ja’far al-Barzanji, penulis Mawlid al-Barzanji, telah berusia 850 tahun. Akan tetapi masih terus dibaca dan diacarakan di berbagai komunitas muslim. 

“Manaqib Syekh Abdul Qadir telah berusia 850 tahun. Tapi sampai hari ini masih terus dibaca di mana-mana. Tidak hanya Sayyid Ja’far al-Barzanji yang menulis tentang beliau, tetapi ada lebih dari 70 buku yang ditulis oleh para kiai, tapi juga para akademisi, para doktor dalam berbagai bahasa. Hal ini menunjukkan kapasitas dan kealiman beliau yang luar biasa, yang menginspirasi sedemikian banyak orang hingga menulis kisah dan karamahnya,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Gus Hilmy menjelaskan, Syekh Abdul Qadir al-Jilani juga dijuluki sebagai sultonul auliya’ atau rajanya para wali. Di antara yang membuat beliau demikian adalah karena memiliki prinsip tawadlu atau rendah hati.

“Beliau dijuluki sebagai sultonul auliya’ atau rajanya para wali. Nama beliau selalu disebut-sebut dalam tawasul tahlil dan doa-doa dari zaman ke zaman hingga saat ini. Bukan sebab kekeramatan beliau bisa terbang, atau bisa berjalan di atas air. Beliau sedemikian hebat karena salah satunya, beliau memiliki prinsip ajaran tawadlu atau rendah hati. Intinya adalah menganggap orang lain lebih hebat, lebih baik, lebih mulia daripada kita. Kepada siapapun, baik orang yang lebih muda, apalagi yang lebih tua. Juga kepada orang yang lebih pintar, atau bahkan kepada yang masih bodoh. Ajaran tersebut benar-benar dipraktikkan dalam keseharian yang menjadikan beliau sebagai tokoh yang sedemikian mulia dan terhormat,” tutur anggota Komisi Fatwa MUI Pusat tersebut.  [Kiki Budi Hartawan]