Connect with us

NASIONAL

Fadli Zon: Proyek Sejarah Baru Tak Fokus pada Luka HAM

Aktualitas.id -

Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Dok; aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Menteri Kebudayaan Fadli Zon angkat bicara soal sorotan publik terhadap proyek penulisan ulang sejarah nasional Indonesia yang hanya memuat dua dari 17 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui Komnas HAM. Menurut Fadli, proyek ini tidak bertujuan menuliskan ulang sejarah pelanggaran HAM, melainkan menyusun sejarah bangsa yang lebih menyeluruh dan bersifat mempersatukan.

“Ini bukan buku sejarah tentang HAM. Ini sejarah nasional Indonesia yang mencakup rentang luas, dari prasejarah sampai era modern. Jangan khawatir, sejarah yang sudah ada tidak akan dihapus,” ujar Fadli usai menghadiri peluncuran lembaga riset Sumitro Institute di Depok, Minggu (1/6/2025).

Fadli menegaskan “tone” atau nada utama dalam proyek ini adalah positif, dengan fokus pada pembangunan narasi Indonesia-sentris, bukan glorifikasi satu masa atau penghapusan peristiwa tertentu.

“Kalau mau cari-cari kesalahan, tentu ada saja di tiap zaman. Tapi semangat kita bukan itu. Kita ingin sejarah yang membangun, menyatukan, dan relevan untuk generasi muda,” tegasnya.

Namun proyek ini mendapat kritik tajam dari kalangan akademisi dan sejarawan. Dalam outline resmi penulisan ulang sejarah tersebut, sejumlah peristiwa besar pelanggaran HAM seperti Tragedi 1965, penculikan aktivis 1998, dan peristiwa Talangsari tidak mendapat tempat.

Sejarawan Andi Achdian dari Universitas Nasional menyayangkan pendekatan sejarah resmi (official history) ini yang dinilai menghapus luka-luka sejarah bangsa.

“Yang terlihat justru glorifikasi pemerintah dari masa ke masa. Luka-luka sejarah, hilang. Semua tampak baik-baik saja. Ini problem besar dalam penulisan sejarah negara,” ujar Andi awal Mei lalu.

Fadli menampik anggapan sejarah versi baru ini menutupi sisi kelam masa lalu. Ia menyebut pendekatan Indonesia-sentris bertujuan mengurangi bias kolonial, bukan mengaburkan peristiwa.

“Kita ingin sejarah yang menyatu dengan kepentingan nasional. Tapi tentu, itu tidak berarti kita menghapus peristiwa penting. Proporsi dan konteks adalah hal yang sedang dibahas dalam tim penulisan,” ucapnya.

Proyek penulisan ulang sejarah nasional ini akan disusun dalam 7 jilid besar dan diperkirakan rampung tahun depan. Meski Fadli menyebut partisipasi publik terbuka, hingga kini keterlibatan korban dan penyintas pelanggaran HAM masih minim. (Ari Wibowo/Mun)

TRENDING