Tafakur: Jalan Sunyi Menuju Cahaya Ilahi

AKTUALITAS.ID – Dalam hiruk pikuk kehidupan modern, tafakur atau perenungan menjadi sebuah oase spiritual yang terlupakan. Padahal, dalam Islam, aktivitas berpikir dan merenung sangat dianjurkan dan memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah SWT.

Nabi Muhammad SAW menyatakan “merenung sesaat lebih utama daripada ibadah manusia dan jin”, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Ibnu Majah. Alquran pun berulang kali menyeru manusia untuk memikirkan ciptaan langit dan bumi sebagai tanda kebesaran Tuhan.

Para ulama dan sufi menempatkan tafakur bukan sekadar aktivitas intelektual, melainkan sebagai proses mendalam yang melibatkan hati. Imam Al-Ghazali menyebut tafakur bermula dari hati yang bersih, bukan dari akal semata. Hati, menurutnya, adalah cermin yang hanya dapat memantulkan cahaya kebenaran jika terbebas dari noda dosa.

Sufi besar seperti Abu al-Qasim al-Qusyairi mengajukan konsep “sirr” – dimensi batin terdalam dalam diri manusia – sebagai alat utama untuk memahami hakikat Tuhan. Mereka percaya tafakur adalah jalan menuju pengetahuan hakiki, bukan hanya untuk mengenal Tuhan, tetapi juga memahami makna dari setiap ciptaan-Nya.

Ulama kontemporer seperti Yusuf Al-Qaradhawi dalam karyanya Alquran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan menyatakan bahwa berpikir dan merenung adalah ciri utama manusia yang membedakannya dari makhluk lain. Ia mengutip Raghib al-Ashfahani yang mengartikan tafakur sebagai kekuatan intelektual yang dipandu oleh akal.

Tafakur juga menjadi kebiasaan para salafus shalih. Dikisahkan, Ummu Darda menyebutkan hari-hari suaminya, Abu Darda, diisi dengan tafakur. Al-Fudhail bin ‘Iyadh bahkan menyebut tafakur sebagai cermin yang memperlihatkan kebaikan dan keburukan dalam diri seseorang.

Lebih dari sekadar kontemplasi, tafakur adalah jalan menuju transformasi spiritual – menyadari keberadaan Allah, menilai kembali perbuatan diri, dan memperbaiki arah hidup. (Mun)