POLITIK
DPR: Komplikasi Putusan MK Pemilu 2029 Butuh Kajian Mendalam
AKTUALITAS.ID – Anggota Komisi II DPR RI, Giri Ramanda Kiemas, mengakui adanya berbagai komplikasi yang perlu diteliti lebih dalam menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah. Menurutnya, meskipun penyelenggaraan pemilu semakin baik dan Bawaslu semakin sistematis, implementasi putusan MK akan menimbulkan tantangan tersendiri.
Giri menyampaikan pandangannya dalam diskusi “Menakar Dampak Putusan MK Terhadap Kontestasi 2029” yang diselenggarakan Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPPD) di Media Center, Gedung Bawaslu RI, Rabu (9/7/2025).
“Kalau kemarin ketika rapat bingung KPU dan Bawaslu. 2025-2026 masih kosong, tahapan ini tidak diatur dan malah akan jalan tidak ada jeda. KPU akan bekerja terus sepanjang 5 tahun,” ujar Giri, merujuk pada jurang waktu yang tercipta antara Pemilu Nasional 2024 dan Pemilu Daerah yang direncanakan berjalan 2-2,5 tahun kemudian.
Giri menyoroti bahwa implementasi putusan MK ini pasti memiliki implikasi kompleks. “Apakah semudah itu mengubah UUD? Ini cukup menambahkan pasal peralihan atau tidak perlu berdasarkan putusan MK kita maju terus. Ini semua masih dalam kajian,” katanya.
Ia juga menyebutkan adanya ketidaksepahaman dari beberapa partai mayoritas. “Beberapa partai mayoritas tidak setuju. Kita tunggu kajian seperti apa?” Giri menjelaskan masalah ini terkait dengan proses transisi demokrasi dan perubahan dasar hukum. “Rekayasa konstitusi itu apa? Apakah UU atau UUD karena kalau kita buka kotak pandora, perlu kajian lebih mendalam.”
Menyangkut dampak praktis, Giri khawatir akan terjadi kebingungan di kalangan pemilih dan komplikasi dalam kontestasi. “DPRD Kabupaten kota bagaimana? Pemilih pasti kedistract, bingung. Ketika calon wali kota, memang nanti ada komplikasi semua, itu semua harus dihadapi,” ujarnya.
Ia menambahkan persoalan ini masih dalam tahap kajian mendalam oleh semua pihak, termasuk pemerintah yang belum merespons desain apa yang akan diusulkan. “Semua sedang mengkaji seberapa dalam dan bagaimana mengatasi, partai-partai akan melakukan kajian sikap juga belum tentu. Dan pemerintah belum merespons desain mau seperti apa. Ini harus ketemu antara pemerintah dan DPR.”
Giri juga menyebut kekurangan dalam UU Pemilu saat ini, seperti legalisasi praktik money politics. “Di Komisi UU melegalkan money politics, pemberi dan penerima tidak dihukum. Syaratnya dari pembeli katanya subur.”
Mengenai jadwal, Giri meramalkan proses legislatif akan berjalan lambat. “Saya yakin 2026 baru dibahas dan 2027 baru dimulai. Saya rasa kita tunggu dulu, masa semua orang tetapi kesimpulan di 2026 ketika pemerintah mengajukan, DPR dengan fraksi-fraksinya baru seperti apa bentuknya.”
Ia menutup dengan ajakan bersabar. “Kita bersabar supaya ada way outnya. Karena sekarang sedang dikaji.” (Mun)
-
NASIONAL27/12/2025 01:09 WIBPengamat: Bendera GAM di Tengah Bencana Bisa Picu Trauma Lama
-
RAGAM26/12/2025 22:00 WIBJustin Bieber Bagikan Pesan Natal Penuh Iman dan Harapan
-
EKBIS27/12/2025 00:03 WIBHadapi Cuaca Ekstrem Nataru, PLN Siagakan 69.000 Personel di Seluruh Indonesia
-
JABODETABEK26/12/2025 21:00 WIBPemprov DKI Siapkan untuk Buruh: KJP Plus, Transportasi Gratis hingga BPJS Ditanggung
-
JABODETABEK27/12/2025 05:30 WIBBMKG: DKI Jakarta Waspada Hujan Sedang hingga Lebat pada Sabtu 27 Desember 2025
-
DUNIA26/12/2025 23:00 WIBKorut Perkuat Industri Pertahanan, Kim Jong Un Minta Produksi Rudal Ditingkatkan
-
NASIONAL27/12/2025 07:00 WIBTNI dan Masyarakat Diminta Tahan Diri Usai Insiden Bendera Bulan Bintang
-
NUSANTARA27/12/2025 07:30 WIBSemeru Meletus, PVMBG Imbau Warga Jauhi Zona Besuk Kobokan

















