Berita
Klaim Bela Mitra, Jerman Kirim Kapal Perang ke Indo-Pasifik
Jerman mengirim kapal perang kelas fregat ‘Bayern’ ke kawasan Indo-Pasifik untuk pertama kalinya dalam hampir 20 tahun di tengah masih panasnya isu Laut China Selatan. Dikutip dari AFP, kapal tersebut berlayar dari pelabuhan Wilhelmshaven dengan mengangkut lebih dari 200 tentara untuk misi enam bulan demi memperkuat kehadiran Jerman di kawasan. Tujuannya adalah Singapura, Korea Selatan, dan Australia. […]
Jerman mengirim kapal perang kelas fregat ‘Bayern’ ke kawasan Indo-Pasifik untuk pertama kalinya dalam hampir 20 tahun di tengah masih panasnya isu Laut China Selatan.
Dikutip dari AFP, kapal tersebut berlayar dari pelabuhan Wilhelmshaven dengan mengangkut lebih dari 200 tentara untuk misi enam bulan demi memperkuat kehadiran Jerman di kawasan. Tujuannya adalah Singapura, Korea Selatan, dan Australia.
Kapal ini juga dilaporkan akan melewati Laut Cina Selatan, titik api ketegangan antara China dan sejumlah negara tetangganya di kawasan itu serta sekutu mereka Amerika Serikat.
“Pesannya jelas: kami membela nilai-nilai dan kepentingan kami bersama dengan mitra dan sekutu kami,” kata Menteri Pertahanan Annegret Kramp-Karrenbauer sebelum keberangkatan kapal, Senin (2/8).
“Bagi mitra kami di Indo-Pasifik, adalah kenyataan bahwa rute laut tidak lagi terbuka dan aman, dan klaim wilayah yang diterapkan oleh hukum adalah benar,” imbuh dia.
Namun, Menhan Jerman berkukuh bahwa misi itu tidak ditujukan terhadap negara tertentu sambil menyebut bahwa Jerman pihaknya menawarkan untuk mengunjungi pelabuhan China “untuk mempertahankan dialog”.
Kapal itu juga akan mengambil bagian dalam misi anti-pembajakan Atalanta Uni Eropa di Afrika Timur dan membantu memantau sanksi PBB terhadap Korea Utara.
“Indo-Pasifik adalah tempat menentukan bentuk tatanan internasional masa depan. Kami ingin membantu membentuknya dan bertanggung jawab atas tatanan internasional berbasis aturan,” kata Menteri Luar Negeri Heiko Maas, Minggu.
Diketahui, China mengklaim hampir semua laut yang kaya dengan sumber daya alam, yang menjadi lalu lintas perdagangan bernilai triliunan dolar AS setiap tahun.
Hal itu memicu ketegangan dengan sejumlah negara, seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, hingga Taiwan.
Klaim itu juga menyulut ketegangan baru dengan Amerika Serikat, yang berkepentingan terhadap sekutunya dan hegemoni di kawasan. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, pada pekan lalu, menekankan bahwa klaim China “tidak memiliki dasar dalam hukum internasional”.
Jerman, sekutu utama AS, biasanya enggan mengambil peran militer di panggung internasional, dan sering mendesak hubungan yang tidak terlalu konfrontatif dengan Beijing.
Namun, arah Berlin terhadap China berubah lewat pedoman baru pemerintah Jerman yang diterbitkan pada tahun 2020 untuk memperkuat hubungan dengan mitra di Asia Tenggara.
Pada bulan Maret, UE juga memberikan sanksi kepada empat pejabat China atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang di bagian barat jauh China.
Di saat yang sama, Jerman tetap memiliki hubungan ekonomi kuat dengan Beijing.
Produsen mobil terbesar Jerman Volkswagen beroperasi di provinsi Xinjiang, meskipun ada penahanan massal minoritas Uyghur, kasus yang digambarkan Washington sebagai genosida.
-
Olahraga18 jam lalu
Ruud van Nistelrooy Tinggalkan MU, Era Baru Ruben Amorim Dimulai
-
Nasional3 jam lalu
Kapolri Tunjuk Komjen Ahmad Dofiri Sebagai Wakapolri Gantikan Agus Andrianto
-
EkBis19 jam lalu
Utang Pemerintah RI Capai Rp 8.473,9 Triliun Hingga September 2024
-
Multimedia10 jam lalu
FOTO: Kolaborasi MOXA dan FIFGROUP di IMOS 2024
-
OtoTek16 jam lalu
Samsung Siap Luncurkan Empat Model Galaxy S25 pada 2025
-
Nusantara2 jam lalu
Ternate Diguncang Gempa Magnitudo 5,5
-
Nusantara14 jam lalu
Relawan Kei: Pilih Pemimpin Papua untuk Tanah Papua, Kenapa Harus yang Lain?
-
Olahraga13 jam lalu
Ginting Absen di China Masters 2024 Akibat Cedera Pinggang