Connect with us

POLITIK

Dualisme Kepemimpinan PPP Usai Muktamar X Dinilai Cerminkan Krisis Internal Serius

Aktualitas.id -

Logo Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Foto: Ist

AKTUALITAS.ID – Konflik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pasca-Muktamar X yang melahirkan dua kubu kepemimpinan dinilai sebagai krisis serius. Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, menilai kondisi tersebut mencerminkan lemahnya demokrasi internal sekaligus perebutan legitimasi politik di tubuh partai yang mengklaim sebagai rumah besar umat Islam.

Menurut Efriza, lahirnya dua kubu di Muktamar X merupakan tanda kegagalan konsolidasi. Alih-alih mengutamakan kepentingan partai, dinamika internal justru didominasi oleh kepentingan elite dan kelompok tertentu.

“Klaim aklamasi dari kedua belah pihak telah memperlihatkan adanya perebutan legitimasi, dan tidak adanya upaya konsensus di antara kedua kubu,” ujarnya, Minggu (28/9/2025).

Ia menilai konflik ini semakin memperburuk citra PPP di mata publik. Partai yang seharusnya fokus memperkuat agenda perjuangan politik umat justru sibuk dengan tarik-menarik kekuasaan. Kondisi tersebut berimplikasi pada hilangnya basis dukungan tradisional yang selama ini menjadi kekuatan PPP.

Sebagai partai dengan sejarah panjang, PPP semestinya mampu menyelesaikan proses pemilihan ketua umum melalui mekanisme yang sehat. Namun, ricuhnya muktamar dan klaim aklamasi dari dua kubu dinilai menunjukkan lemahnya manajemen konflik di internal partai.

“Ricuhnya muktamar dan klaim aklamasi adalah gambaran nyata bahwa mekanisme demokrasi internal partai tidak berjalan sehat,” tutur Efriza.

Ia memperingatkan, konflik berkepanjangan akan membuat PPP sulit melakukan konsolidasi menjelang Pemilu 2029. Risiko terbesarnya adalah fragmentasi dukungan politik umat Islam, sekaligus semakin mengikis posisi PPP sebagai rumah besar aspirasi umat.

Tak hanya itu, dualisme kepemimpinan juga berpotensi menimbulkan tarik-menarik pengaruh terhadap Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang berwenang mengesahkan kepengurusan partai.

“Dualisme di PPP bisa mempengaruhi pemerintah, sehingga proses SK Kemenkumham menjadi tantangan tersendiri,” jelasnya.

Efriza menambahkan, meski kecil kemungkinan PPP pecah dan melahirkan partai baru, salah satu kubu bisa saja memilih hengkang dan bergabung dengan partai politik lain.

“PPP tetap kesulitan menjadi rumah besar umat Islam. Usia partai boleh tua, tetapi ternyata PPP tidak punya upaya manajemen konflik internal,” pungkasnya. (Purnomo/Mun)

TRENDING