Connect with us

NASIONAL

HUT ke-80 TNI, Imparsial: Militer Semakin Jauh dari Cita-cita Reformasi

Aktualitas.id -

HUT TNI ke - 80, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI) seharusnya menjadi momentum penting untuk refleksi reformasi militer. Namun, di usia delapan dekade, TNI justru dinilai semakin menjauh dari cita-cita reformasi 1998, sebuah harapan besar untuk supremasi sipil.

Kritik pedas ini datang dari Direktur Imparsial, Ardi Manto. Melalui keterangannya yang dikutip pada Minggu (5/10), Ardi Manto menyatakan bahwa harapan publik agar TNI bertransformasi menjadi kekuatan pertahanan profesional yang tunduk pada supremasi sipil dan bebas dari kekerasan, masih jauh dari kenyataan.

“Lebih dari dua dekade sejak Reformasi 1998, publik berharap TNI bertransformasi menjadi kekuatan pertahanan yang profesional, tunduk pada supremasi sipil, dan terbebas dari praktik kekerasan terhadap warga sipil. Kenyataannya, harapan itu masih jauh dari kenyataan,” tegas Ardi Manto.

Praktik Multifungsi TNI Kembali Meluas

Menurut Ardi, beberapa langkah kebijakan TNI menunjukkan adanya kemunduran dalam agenda reformasi militer. Salah satu poin utamanya adalah praktik multifungsi TNI yang seharusnya dihapus kini justru kembali meluas ke ranah sipil.

Praktik-praktik tersebut meliputi:

Penempatan prajurit aktif di lembaga non-pertahanan sipil.

Perpanjangan usia pensiun perwira tinggi.

Pembentukan enam Kodam baru yang dinilai tidak mendesak.

Ardi menilai langkah-langkah ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga menjadi ancaman nyata bagi demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia.

Kembali ke Praktik Dwifungsi dan Ancaman Orde Baru

Penambahan Kodam baru dan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, imbuhnya, secara esensial mengembalikan TNI ke praktik dwifungsi ala masa lalu. Dwifungsi, praktik yang sangat kental di era Orde Baru, memungkinkan militer untuk masuk dan memiliki peran ganda di ranah politik serta sosial masyarakat.

Hal ini, kata Ardi, berpotensi memperlemah akuntabilitas sipil dan membuka ruang bagi militer untuk kembali mencampuri urusan non-pertahanan. Kondisi ini dikhawatirkan mengulang bayang-bayang masa Orde Baru, di mana peran militer melampaui batas kewenangan profesionalnya.

“Hal tersebut memperlemah akuntabilitas sipil dan berpotensi membuka ruang bagi militer untuk kembali masuk ke ranah politik dan sosial masyarakat, sebagaimana terjadi pada masa Orde Baru,” pungkas Ardi Manto. (Purnomo/Mun)

TRENDING