Berita
Akibat Kebijakan Labil Nataru, YLKI: Konsumen & Pengusaha Rugi
AKTUALITAS.ID – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan kebijakan pemerintah terus berubah-ubah soal libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2020/2021 merugikan dan membuat bingung masyarakat dan dunia usaha. Ketua YLKI Tulus Abadi menjelaskan kebijakan yang berubah-ubah secara mendadak membuat masyarakat mengganti rencana libur akhir tahunnya. Hal ini juga merugikan masyarakat karena dibebani biaya yang lebih […]

AKTUALITAS.ID – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan kebijakan pemerintah terus berubah-ubah soal libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2020/2021 merugikan dan membuat bingung masyarakat dan dunia usaha.
Ketua YLKI Tulus Abadi menjelaskan kebijakan yang berubah-ubah secara mendadak membuat masyarakat mengganti rencana libur akhir tahunnya. Hal ini juga merugikan masyarakat karena dibebani biaya yang lebih mahal dari perhitungan awal.
“Pada titik tertentu merugikan masyarakat, masyarakat dibebani biaya baru,” ucap Tulus dalam diskusi online, Sabtu (19/12/2020).
Diketahui, pemerintah baru-baru ini mengeluarkan
jika hendak bepergian pada libur Nataru. Ditambah, pemerintah memangkas libur akhir tahun setelah melihat lonjakan kasus Covid-19.
Beberapa kebijakan baru itu membuat sebagian masyarakat membatalkan perjalanannya ke luar kota. Selain karena perubahan jumlah libur akhir tahun, biaya rapid test antigen juga cukup tinggi dibandingkan dengan rapid test antibodi.
“Hotel dan pesawat mengeluarkan puluhan bahkan ratusan miliar untuk pengembalian (refund). Konsistensi penanganan ini penting,” ujar Tulus.
Diskriminasi Angkutan Umum
Di sisi lain, Tulus berpendapat berbagai kebijakan yang diatur pemerintah menimbulkan diskriminasi untuk angkutan umum. Salah satunya terkait pengguna kendaraan pribadi yang tidak diwajibkan rapid test atau tes Covid-19 lainnya.
“Padahal pergerakan mobilitas pengguna kendaraan pribadi lebih masif,” imbuh Tulus.
Selain itu, kapasitas angkutan umum juga dibatasi. Sebagai contoh, kapasitas penumpang pesawat maksimal hanya boleh 70 persen.
“Standar di luar negeri tidak ada pembatasan 7 persen. Mungkin nanti Kementerian Perhubungan perlu mengkaji batasan ini sebenarnya perlu atau tidak,” jelas Tulus.
Ia menambahkan bahwa pemerintah sebaiknya menelaah lagi seluruh kebijakan transportasi di masa pandemi. Menurut Tulus, perlu ada kebijakan yang adil antara angkutan umum dan pribadi.
-
NUSANTARA24/04/2025 15:30 WIB
Mantan Kepala BPN Kolaka Diduga Gelapkan Dua Sertifikat Tanah Warisan Ahli Waris
-
EKBIS24/04/2025 09:45 WIB
Rupiah ‘Lemes’ di Pembukaan 24 April 2025, Dolar AS Masih Sulit Ditaklukkan
-
EKBIS24/04/2025 09:15 WIB
Pembukaan Pasar 24 April 2025: IHSG Melejit Kuat, Lanjutkan Reli Ditopang Optimisme Pasar
-
EKBIS24/04/2025 08:30 WIB
Harga BBM Terbaru 24 April 2025: Mayoritas SPBU Tahan Harga, Cek Daftar Lengkap di Sini
-
OASE24/04/2025 05:00 WIB
Alasan Mengapa ‘Induk Alquran’ Duduk Manis di Awal Mushaf
-
JABODETABEK24/04/2025 05:30 WIB
Cuaca Jakarta 24 April: Ada Kejutan Hujan di Tengah Hari?
-
POLITIK24/04/2025 12:00 WIB
Cak Imin Tegaskan Perintah Prabowo “Rapatkan Barisan” Bukan untuk Pilpres 2029
-
NASIONAL24/04/2025 11:00 WIB
Gara-Gara Bakar Mobil Polisi, DPR Desak Pemerintah Sikat Habis Ormas Preman