UU KPK Sah, Rakyat Kena PHP Jokowi Lagi


kpk, korupsi,
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). AKTUALITAS.ID / Kiki Budi Hartawan.

AKTUALITAS.ID – Mulai hari ini DPR RI dan Pemerintah sama-sama sepakat soal poin-poin revisi UU KPK. Publik sempat berharap banyak kepada Jokowi. Meski kenyataannya….

Publik sebenarnya berharap banyak ketika Jokowi dikabarkan sempat akan merevisi beberapa poin krusial dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang diajukan oleh DPR RI.

Bahkan ketika muncul informasi soal catatan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Jokowi soal revisi UU KPK yang dikembalikan ke DPR RI, banyak yang masih berharap kalau Jokowi bisa menolak sebagian besar poin revisi yang dianggap melemahkan KPK.

Akan tetapi, DPR dan Pemerintah akhirnya sama-sama sepakat dengan seluruh poin-poin revisi UU KPK (Senin, 16/9). Keputusan ini sudah diambil pada Rapat Panitia Kerja (Panja) di ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR, Senayan, Jakarta.

“Ada beberapa hal-hal pokok yang mengemuka dan kemudian disepakati dalam rapat Panja,” kata Totok Daryanto, Ketua Tim Panja DPR Revisi UU KPK.

Ada beberapa poin yang perubahan dari Revisi UU KPK dari DPR yang sempat dibahas.

Pertama, soal KPK sebagai penegak hukum eksekutif, meski dalam pelaksanaan tugasnya tetap independen. Kedua, pembentukan Dewan Pengawas. Ketiga, aturan penyadapan KPK. Keempat, mekanisme penerbitan SP3 oleh KPK.

Kelima, koordinasi KPK dengan lembaga hukum lain dalam penyidikan kasus korupsi. Keenam, pengaturan soal penyitaan dan penggeledahan. Ketujuh, sistem pegawai KPK.

Revisi ini sedianya akan segera dibawa ke Badan Musyawarah (Bamus) hari Selasa (17/9/2019) ini juga untuk disahkan dalam Rapat Paripurna. Pemerintah sendiri sudah mewakilkan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men-PAN RB), Syafruddin.

Hasil ini seolah bikin banyak rakyat jadi berharap terlalu banyak kepada Presiden Republik Indonesia. Apalagi ketika blio menyampaikan bakal tetap berkomitmen untuk tidak melemahkan KPK dan ogah bernegosiasi dengan para koruptor.

“Saya tidak ada kompromi dalam pemberantasan korupsi, karena korupsi musuh kita bersama,” kata Jokowi sebelumnya (13/9/2019).

Hanya saja, apa yang disampaikan dengan kenyataan akan revisi UU KPK antara Pemerintah dengan DPR RI berkata sebaliknya.

Jokowi memang menolak penyadapan memakain izin dari pihak luar. Sebelumnya DPR RI pernah mengusulkan kalau penyadapan harus izin dengan lembaga negara lainnya, oleh Jokowi izin hanya perlu ke Dewan Pengawas. Artinya, Jokowi memang sejak awal sepakat dibentuk Dewan Pengawas KPK.

Dewan ini memang lumrah saja untuk mengawasi KPK, hanya saja yang bikin publik agak bingung adalah ketentuan bahwa orang-orang di dalam Dewan Pengawas ini nanti akan ditunjuk sepenuhnya oleh…. eng-ing-eng: DPR RI. Lembaga yang sama yang bikin revisi UU KPK.

Selain itu Jokowi sepakat kalau status pegawai KPK akan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Jadi ke depan, jangan terkejut kalau melihat pagawai KPK berangkat kantor memakai baju safari warna cokelat. Tentu dengan starter pack game Solitaire atau Zuma di komputer kantornya sebagai pemanis.

Dan kita akan menyaksikan bagaimana canggihnya ASN bisa memberantas korupsi di lembaga negara mereka sendiri. Hm, benar-benar ide brilian.

Yang tidak disampaikan DPR dalam revisi UU KPK

1.Pegawai KPK akan menjadi ASN, Ketika pegawai KPK menjadi ASN, maka independensinya akan dipertanyakan karena statusnya merupakan pegawai pemerintah.

2. KPK menjadi Lembaga Eksekutif, KPK tidak lagi menjadi lembaga independen. Segala macam keputusan KPK bisa diintervensi karena menjadi bagian dari lembaga pemerintahan.

3.Penyadapan dilakukan atas dasar tertulis dari Dewan Pengawas dengan batas waktu 6 bulan setelah izin diberikan. Artinya KPK harus menunggu izin penyadapan keluar ketika mengusut kasus korupsi. Ini akan membuat resiko bukti korupsi hilang dan OTT akan sulit dilakukan.

4.Penuntutan korupsi harus dikoordinasikan dengan Kejagung. Artinya KPK tidak punya kuasa dalam penuntutan perkara korupsi.

5. Penyidik KPK berasal dari kepolisian,kejaksaan,dan ASN. Artinya KPK tidak lagi punya penyidik internal. Kedepan KPK akan semakin sulit menyidik kasus korupsi di kepolisian,Kejaksaan, dan lembaga negara. [Mojok.co/Nisauljanah]

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>