Pembukaan Awal Pekan, IHSG Melorot ke Level 5.800


Ilustrasi, (Foto: Istimewa)

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus tertekan dan mulai masuk ke level 5.800. Pada pukul 09.25 WIB, Senin ini (3/2/2020), IHSG terkoreksi 0,71% ke level 5.897,65.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga mengawali hari di zona merah. Pada pembukaan perdagangan, indeks Nikkei jatuh 1,43%, indeks Shanghai ambruk 8,73%, indeks Hang Seng melemah 0,47%, indeks Straits Times terkoreksi 0,72%, dan indeks Kospi terpangkas 1,53%.

Pekan lalu, IHSG tercatat mengalami koreksi 5,12%. Artinya dalam sejak pekan lalu hingga hari ini, koreksi IHSG mencapai 5,83%.

Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China pada hari ini merupakan perdagangan pertama pascalibur panjang memperingati Tahun Baru China.

Meluasnya infeksi virus Corona menjadi faktor yang menekan kinerja bursa saham Benua Kuning. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Berpusat di China, kasus infeksi virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Hingga hari ini, setidaknya sebanyak 22 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.

China, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Jerman, Inggris, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.

Melansir Bloomberg, hingga hari Sabtu (1/2/2020) sebanyak 304 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 14.000. Padahal hingga akhir pekan sebelumnya, jumlah korban meninggal baru mencapai 56 orang.

Meluasnya infeksi virus Corona datang di saat yang sangat tidak tepat, yakni kala masyarakat China tengah merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.

Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.

Pemerintah China sendiri memperkirakan akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.

Pada akhir 2002 hingga tahun 2003 kala wabah SARS merebak di China, laju pertumbuhan ekonominya jelas tertekan. Pada kuartal III-2002, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 9,6% secara tahunan, mengutip data dari Refinitiv. Pada kuartal IV-2002 kala wabah SARS mulai merebak, pertumbuhannya melemah menjadi 9,1% saja.

Pada kuartal I-2003, pertumbuhan ekonomi China berhasil naik hingga 11,1% secara tahunan, namun diikuti oleh penurunan yang tajam pada kuartal berikutnya. Pada kuartal II-2003, perekonomian China hanya mampu tumbuh 9,1% secara tahunan. Pada dua kuartal terakhir di tahun 2003, perekonomian China tumbuh masing-masing sebesar 10% secara tahunan.

Melansir CNBC International, pascatumbuh 12% pada tahun 2002, industri pariwisata China langsung terkontraksi pada tahun 2003 merespons merebaknya wabah SARS, menandai kontraksi pertama dalam satu dekade. Pemberitaan CNBC International tersebut mengutip publikasi riset dari Eric Lin selaku kepala riset di UBS Securities.

“Valuasi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata terpangkas 20%-50% dari puncaknya dalam periode Januari-Juni 2003,” tulis Lin dalam risetnya, seperti dilansir dari CNBC International.

Berbicara mengenai virus Corona, jika ternyata infeksinya merebak menjadi wabah seperti SARS, dampaknya ke perekonomian China bisa lebih besar. Pasalnya, kini perekonomian China sudah semakin tergantung kepada sektor jasa.

Melansir CNBC International, sektor jasa menyumbang sebesar 59,4% dari total produk domestik bruto (PDB) China pada tahun 2019, sementara pada tahun 2003 kala wabah SARS merambah China kontribusi dari sektor jasa hanyalah sebesar 39%.

Sejauh ini, China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di planet bumi, sementara pada tahun 2003 China bahkan tak menempati posisi lima besar. Lantas, dampak dari tekanan terhadap perekonomian China kini akan semakin terasa bagi perekonomian global.

Badan Kesehatan Dunia PBB, WHO, pada akhirnya mendeklarasikan kondisi darurat internasional terkait infeksi virus Corona.

“Kekhawatiran terbesar kami adalah potensi penyebaran virus ke negara-negara dengan sistem kesehatan yang lemah,” kata Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Kamis (30/1/2020), sebagaimana dikutip dari AFP.

Sumber: CNBC INDONESIA

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>