Soal Asimilasi Digugat, Yasonna Klaim Napi Kembali Berulah hanya 0,55 Persen


Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly

AKTUALITAS.ID – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly buka suara dalam sidang perdana gugatan program asimilasi dan integrasi yang dilayangkan sejumlah advokat dari di Kota Solo.

Yasonna menyampaikan program asimilasi di bawah Kemenkumham tak menyalahi hukum.

Yasonna mengklaim tingkat residivisme atau para narapidana yang kembali berulah usai dibebaskan tersebut angkanya kecil hanya 0,55 persen atau 222 kasus dari total 40.020 napi yang dibebaskan.

“Saya yakin hakim bisa melihat dengan jernih bahwa tidak ada unsur melawan hukum dari kebijakan ini serta pelaksanaannya,” kata Yasonna dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (25/6/2020).

“Angka ini (residivisme jauh lebih rendah dari kondisi normal sebelum Covid-19 yang bisa mencapai 10,18 persen,” ujar dia.

Ia menjelaskan, program asimilasi dan integrasi pembebasan narapidana telah sesuai ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam Permenkumham No 10 Tahun 2020 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020.

Menurutnya, program tersebut dilakukan untuk mencegah potensi penularan Covid-19 antarnapi dalam lapas maupun rutan. Sebab, menurut dia, protokol kesehatan seperti social distancing dalam lapas sukar dilakukan jika program asimilasi tidak dilakukan.

Program asimilasi pembebasan napi telah dilakukan Kemenkumham sejak awal April lalu. Hingga kini, tercatat sebanyak 40.020 narapidana telah dibebaskan lewat program tersebut.

Namun demikian, belakangan program tersebut digugat oleh sejumlah aktivis hukum di Kota Solo. Gugatan itu didaftarkan oleh Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, dan juga Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia.

Gugatan itu dilayangkan kepada Kepala Rutan Kelas I A Surakarta, Jawa Tengah, sebagai tergugat I, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Jawa Tengah sebagai tergugat II, serta Menkumham sebagai tergugat III.

Mereka menyebut bahwa kebijakan tersebut telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat saat pandemi corona (covid-19) saat ini.

“Untuk mengembalikan rasa aman. Kami meminta menarik kembali napi asimilasi dan dilakukan seleksi dan psikotest secara ketat jika hendak melakukan kebijakan asimilasi lagi,” kata Ketua Umum Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Boyamin Saiman melalui keterangan resmi, 26 April lalu.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>