IPW: Telegram Kapolri Larang Demo Buruh Terkesan Arogansi


AKTUALITAS.ID – Indonesia Police Watch (IPW) mengkritik penerbitan surat Telegram Rahasia (STR) Kapolri Jenderal Idham Azis yang melarang kegiatan unjuk rasa atau demo buruh menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja pada 6-8 Oktober 2020.

Menurutnya, telegram tersebut berlebihan lantaran Kapolri terlihat tidak memahami bahwa persoalan buruh adalah hal yang laten dan tidak pernah berhenti bergejolak sejak Indonesia merdeka.

“TR ini tentu sudah sangat berlebihan, tidak independen, dan tidak promoter (profesional, modern, dan terpercaya),” kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane dalam keterangan resmi, Selasa (6/10/2020).

Dia mengatakan, meski tujuan dari penerbitan TR itu untuk mencegah penularan Covid-19 di masa pandemi, namun pelarangan demo dinilai Neta membuat kesan polisi mengedepankan arogansi.

Selain itu, dia menilai Kapolri menyepelekan Undang-Undang dengan menerbitkan telegram tersebut.

“Pelarangan mutlak dalam TR itu terkesan mengedepankan arogansi dan menyepelekan UU. Sebab penyampaian aspirasi atau demonstrasi tidak dilarang, seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998,” lanjut Neta.

Dia meminta Kapolri dapat lebih bijak dan mengedepankan cara-cara persuasif dengan mengingatkan para buruh terkait keselamatannya selama pandemi Covid-19. Sehingga, para buruh dapat lebih menahan diri ketika akan melakukan unjuk rasa.

“Sehingga hal ini patut menjadi pertimbangan para buruh. Dan ini menjadi pertimbangan Polri juga untuk tidak memberi izin terhadap kegiatan apa pun yang menyebabkan kerumunan,” katanya.

Namun demikian, Polri juga perlu memahami persoalan buruh saat ini. Kata dia, alasan para buruh menolak RUU Ciptaker itu beberapa di antaranya sangat jelas.

Misalnya, kata dia, beberapa aturan dalam beleid itu bertentangan dengan konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) yang mengatur bahwa buruh yang mengambil hak cuti maka harus dibayarkan upahnya.

“Apakah Polri dan Kapolri peduli?” pungkas Neta.

Kapolri diketahui telah menerbitkan telegram nomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020. Beberapa poin dalam beleid itu meminta jajaran kepolisian tidak mengizinkan kegiatan demo buruh pada 6-8 Oktober 2020.

Kadiv Humas Polri Brigadir Jenderal Argo Yuwono mengatakan penerbitan surat telegram itu dilakukan untuk menjaga kondusivitas situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di saat pandemi Covid-19 saat ini. Apalagi, kata dia, pemerintah juga berupaya untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Menurutnya, meskipun penyampaian aspirasi atau unjuk rasa tidak dilarang dan diatur dalam Undang-Undang nomor 9 Tahun 1998, namun di situasi pandemi saat ini kegiatan yang menimbulkan keramaian dinilai sangat rawan terjadi penyebaran virus corona.

“Sehingga, Polri tidak memberikan izin aksi demonstrasi atau kegiatan lainnya yang menyebabkan terjadinya kerumunan orang dengan tujuan mencegah penyebaran Covid. Ini juga sejalan dengan Maklumat Kapolri. Kami minta masyarakat untuk mematuhinya,” ujar Argo.

Merujuk salinan telegram tersebut, Kapolri meminta jajarannya mulai melaksanakan kegiatan dan fungsi intelijen serta mendeteksi secara dini aksi-aksi yang mungkin akan terselenggara. Hal itu dilakukan guna mencegah terjadinya unjuk rasa yang menimbulkan aksi anarkis dan konflik sosial.

Pengalihan aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh kelompok buruh atau elemen aliansi lainnya untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19).

Dia pun meminta agar pihak kepolisian melakukan patroli siber untuk membangun opini publik untuk tidak setuju dengan aksi unjuk rasa di tengah situasi pandemi saat ini.

“Lakukan kontra narasi isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah,” perintah Idham dalam telegram.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>