Untuk Bubarkan Demo di Yangon, Polisi Myanmar Lempar Granat


Polisi menembakkan meriam air ke arah kerumunan pengunjuk rasa di Naypyidaw, Myanmar pada 8 Februari 2021. (STR/AFP)

Kepolisian Myanmar menggelar razia di salah satu distrik di Yangon dengan tujuan membubarkan demonstrasi anti-junta militer pada Kamis (25/2) malam.

Polisi anti-huru hara dilaporkan melepaskan beberapa tembakan ke udara dan melemparkan granat setrum di distrik Tamwe, Yangon, untuk membubarkan pengunjuk rasa yang memprotes pengangkatan seorang pejabat oleh militer.

“Kami benar-benar ketakutan,” kata seorang warga yang menolak menyebutkan identitasnya seperti dikutip Reuters.

Saksi mata mengatakan tindakan represif polisi berlangsung hingga Jumat dini hari.

Pada Jumat pagi, sejumlah warga menemukan selongsong granat setrum dan sejumlah sepatu yang berserakan di jalanan distrik tersebut.

Sekitar siang hari, ribuan anak muda kembali berkerumun di jalanan Tamwe untuk melanjutkan aksi unjuk rasa. Namun, demonstrasi itu tak berlangsung lama, sebab kepolisian bergerak cepat membubarkan kerumunan dan menahan beberapa orang.

“Ini sangat penting untuk masa depan kita,” kata salah satu pengunjuk rasa, Nyein Chan Sithu.

“Kami menginginkan pemerintah yang memperlakukan orang dengan hormat. Generasi saya akan menjadi yang terakhir melawan junta militer,” paparnya menambahkan.

Demonstrasi menentang pemerintahan junta militer terus meluas di Myanmar sejak tiga pekan terakhir.

Sehari sebelumnya, bentrokan antara pedemo anti-kudeta dan loyalis militer Myanmar terjadi di Yangon. Bentrokan bermula ketika sekitar 1.000 loyalis militer menyerang pendukung pro-demokrasi dengan pisau dan senjata tajam lain.

Beberapa pedemo pro-demokrasi dikabarkan terluka dan dua orang ditikam.

Masyarakat sipil yang terdiri dari muda-mudi, mahasiswa, pegawai negeri sipil hingga tenaga medis ikut berunjuk rasa dan mogok kerja menuntut kekuasaan pemerintahan yang digulingkan dipulihkan.

Tak hanya itu, sejumlah media di Myanmar juga berkeras tak ingin mengikuti desakan junta militer dan tetap akan menggunakan kata-kata seperti “kudeta” dalam mewartakan situasi di negara tersebut.

Selain sanksi dari berbagai negara dan organisasi internasional, Bank Dunia menghentikan investasi pada sejumlah proyek di Myanmar.

Tahun lalu, Bank Dunia menyetujui lebih dari U$350 juta dana pinjaman dan hibah baru untuk membantu Myanmar menangani pandemi corona termasuk untuk subsidi bagi para petani dan buruh di pedesaan.

Meski begitu, Presiden Bank Dunia, David Mal, mengatakan pihaknya tetap menggelontorkan sejumlah dana esensial bagi Myanmar termasuk bantuan darurat virus corona.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>