Akibat Mahalnya Harga Minyak Goreng, Pedagang Pasar di Palembang Keluhkan Omzet Menurun


AKTUALITAS.ID – Sejumlah pedagang sembako di pasar tradisional Kota Palembang, Sumatera Selatan mengeluhkan kenaikan harga minyak goreng yang terjadi beberapa pekan terakhir. Kondisi ini membuat omzet mereka turun drastis.

Pedagang sembako di Pasal KM 5 Jalan Kolonel H Burlian, Kecamatan Kemuning, Deka (55) mengatakan, harga komoditi minyak goreng kemasan mengalami kenaikan dari distributor. Dari Rp12.000 per liter menjadi Rp18.000 per liter atau naik Rp6.000 per liter sejak awal Desember ini.

Harga itu untuk minyak goreng kemasan kelas menengah ke bawah. Sedangkan untuk minyak goreng kualitas wahid dari senilai Rp32.000 per liter naik Rp42.000 per liternya. Maka sebagai seorang pedagang lama di pasar itu, dia mengaku tidak punya pilihan lain untuk juga menaikkan harga jualnya walaupun harus menerima protes dari pelanggan.

“Itu harga modal yang naik dari distributor. Jadi terpaksa kami juga menaikkan, walau cuma Rp1.000 – Rp1.300 per liter. Itulah keuntungan kami pak. Sudah ditekan banget gak bisa naik lagi, pembeli banyak yang protes,” kata dia dikutip dari Antara, Selasa (21/12/2021).

Dia mengakui, harga normal dalam sebulan penjualan minyak goreng kemasan maksimal bisa meraup untung senilai Rp2,4 juta dari 200 liter yang laku terjual. Sementara setelah harga naik separuh dari keuntungan bahkan tidak sampai. “Kami kehilangan pelanggan minyak goreng. Hanya bertumpu pada sembako yang lain yang harganya stabil,” cetusnya.

Berdasarkan pantauan di lapangan, kenaikan harga tidak hanya terjadi pada komoditi minyak kemasan namun, juga pada minyak curah.

Sadaga (30) pedagang sembako di Pasar Sekip Ujung Jalan Ampibi, Kecamatan Kemuning mengatakan, harga minyak curah sebelumnya senilai Rp17.000 – Rp19.000 naik menjadi Rp20.000 per liter sejak dua bulan yang lalu. “Saat ini senilai Rp20.000 per liter,” ujarnya.

Karena tidak ada kepastian harga tersebut, dia memutuskan untuk tidak lagi menjual minyak goreng curah hanya cukup minyak dalam kemasan. “Tidak lagi jual curah selain karena ribet kemudian untungnya kecil ditambah harganya terus naik. Sekarang cuma jual minyak kemasan meski untungnya rendah, yakin hanya sementara saja,” ujarnya.

Dia berharap, pemerintah dan instansi terkait bisa segera mengatasi kenaikan harga minyak goreng itu sehingga tidak membebani pedagang khususnya yang skala kecil.

Kepala Dinas Perdagangan Sumsel Ahmad Rizali mengatakan, Sumsel bukan satu-satunya daerah yang mengalami kenaikan harga minyak goreng, tapi terjadi dibanyak daerah secara nasional sehingga penangananya cukup kompleks.

Sebab, kenaikan harga tersebut merupakan dampak yang tidak terduga setelah mulai dimanfaatkannya minyak CPO atau minyak kelapa sawit yang menjadi bahan baku minyak goreng tersebut sebagai energi terbarukan (EBT).

“Kenaikan harga minyak goreng sejak penggunaan CPO untuk energi terbarukan kurang lebih dua bulan yang lalu. Jadi sepanjang CPO digunakan pihak lain, harganya susah turun bukan karena spekulan atau sebab lain,” ujarnya.

Maka ke depan, dia menyarankan, perlu ada ketentuan batasan antara penggunaan CPO untuk diolah menjadi EBT dengan CPO untuk komoditi sembako sehingga akan ada kestabilan harga.

Sementara untuk masyarakat baik pedagang atau pembeli diharapkan senantiasa untuk bijaksana menghadapi kondisi gejolak kenaikan harga minyak goreng ini.

“Itu sebagai usul kami supaya ada kestabilan harga untuk komoditi sembako. Sementara ini, melalui diadakanya pasar murah tadi diharapkan bisa menstabilkan harga hingga normal kembali meringankan masyarakat,” tandasnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>