RAGAM
Kasus Demam Kelinci Meningkat 56% dalam Satu Dekade di AS

AKTUALITAS.ID – Dalam satu dekade terakhir, kasus Tularemia atau yang dikenal sebagai demam kelinci mengalami peningkatan signifikan sebesar 56%, menurut laporan terbaru dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC). Meski tergolong penyakit langka, tularemia menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia jika tidak ditangani dengan tepat.
Apa Itu Tularemia?
Demam kelinci disebabkan oleh bakteri Francisella tularensis, yang dapat menyebar melalui gigitan serangga, kontak dengan hewan terinfeksi, menghirup partikel udara yang terkontaminasi, atau mengonsumsi air tercemar. Namun, penyakit ini tidak menular dari manusia ke manusia.
Bakteri ini dapat menyerang berbagai bagian tubuh, mulai dari kelenjar getah bening, kulit, mata, hingga paru-paru. Gejala yang muncul bervariasi, tergantung pada cara bakteri masuk ke tubuh, seperti demam, pembengkakan kelenjar, sakit tenggorokan, dan infeksi mata. Dalam kasus parah, penyakit ini bahkan bisa memengaruhi otak dan jantung.
CDC mencatat bahwa selama 2011–2022, ada 2.462 kasus tularemia yang dilaporkan di 47 negara bagian. Arkansas menjadi daerah dengan kasus terbanyak (18%), diikuti Kansas (11%), Missouri (11%), dan Oklahoma (10%).
Insiden tertinggi ditemukan pada anak-anak berusia 5–9 tahun dan pria lanjut usia, sementara komunitas Penduduk Asli Amerika dan Alaska memiliki risiko hingga lima kali lipat lebih tinggi dibandingkan orang kulit putih. Sebanyak 84% kasus terjadi pada orang kulit putih, diikuti oleh Indian Amerika (9%) dan kelompok ras lainnya.
Peningkatan Kasus, Apa Penyebabnya?
CDC mengindikasikan bahwa lonjakan kasus bisa disebabkan oleh meningkatnya paparan terhadap bakteri, serta kemajuan dalam sistem layanan kesehatan yang memungkinkan identifikasi dan diagnosis lebih cepat.
Upaya Pencegahan dan Kesadaran
Hingga kini, belum ada vaksin untuk tularemia, namun penyakit ini dapat diobati dengan antibiotik jika segera terdeteksi. Karena itu, CDC menekankan pentingnya edukasi, terutama bagi tenaga kesehatan yang bekerja dengan komunitas rentan, seperti masyarakat suku. Diagnosis dan pengobatan yang tepat waktu menjadi kunci untuk menekan angka kematian akibat penyakit ini.
Sebagai langkah pencegahan, masyarakat disarankan untuk berhati-hati saat berada di lingkungan alam, menggunakan pelindung diri saat menangani hewan, dan memastikan kebersihan sumber air minum.
Peningkatan kesadaran dan kerjasama antara masyarakat dan tenaga kesehatan akan menjadi fondasi penting untuk menekan angka kasus tularemia di masa depan. (NAUFAL/RIHADIN)
-
FOTO20/04/2025 12:51 WIB
FOTO: Bawaslu RI Tinjau PSU di Kabupaten Serang
-
OLAHRAGA20/04/2025 16:00 WIB
Targetkan Kemenangan, Arema FC Siap Hadapi Persebaya di Bali
-
OLAHRAGA20/04/2025 17:00 WIB
Persik Kediri Tumbang di Kandang, Persija Jakarta Amankan Tiga Poin
-
JABODETABEK20/04/2025 23:00 WIB
Pemprov DKI Berikan Tarif Rp1 untuk Penumpang Wanita Transjakarta di Hari Kartini
-
NASIONAL21/04/2025 06:00 WIB
Praktisi Hukum Nilai YCLT Tak Mampu Buktikan Dampak Tidak Dicopotnya Menteri Yandri Susanto
-
NUSANTARA20/04/2025 13:00 WIB
Tanah Leluhur Diinjak-injak: Warga Halmahera Timur Lawan Penambangan Ilegal Berbekal Nekat
-
EKBIS20/04/2025 22:00 WIB
Pemkab Mimika Dorong Produksi Telur Lokal Capai 15 Ton per Hari
-
OASE21/04/2025 05:00 WIB
Jangan Sampai Menyesal di Akhirat: Peringatan Keras Rasulullah untuk Para Pemimpin