APTI Menolak Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Sebesar 19 Persen 2021


Ilustrasi

AKTUALITAS.ID – Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mendengar kabar pemerintah akan menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 19 persen pada tahun depan. Atas dasar itulah mereka akan menolak keras rencana itu.

Pasalnya, kenaikan diberlakukan di tengah tekanan ekonomi corona. Selain itu, pemerintah sudah menaikkan tarif CHT sebesar 23 persen pada tahun ini.

Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji mengatakan kenaikan tarif CHT sebenarnya sah-sah saja dilakukan, asalkan pemerintah mempertimbangkan nasib para petani dan buruh tani tembakau.

Karena itu apabila terpaksa kenaikan terpaksa dilakukan, penetapan kenaikan tarifnya harus wajar.

“Ya kalau misal naik maksimal 5 persen mungkin itu angka wajar. Pemerintah masih untung, petani tidak bingung,” ujar Agus seperti dikutip dari Antara, Kamis (22/10/2020).

Namun demikian, kata Agus, meski kabar pemerintah akan menaikkan tarif CHT sebesar 19 persen tersebut sampai ke petani, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada awal pekan lalu mengaku masih menghitung besaran kenaikan tarif.

“Kami sangat tidak setuju. Kalau naik 19 persen itu sudah dua kali memberatkan karena tahun ini sudah naik 23 persen. Salah satu faktor penghancur dan melemahnya penyerapan industri adalah dampak kenaikan cukai,” kata Agus.

Agus menuturkan tahun ini saja perekonomian petani tembakau sudah hancur akibat harga jual tembakau yang rendah. Jika benar akan ada kenaikan harga cukai, dia memastikan kehidupan ekonomi rakyat pertembakauan Tanah Air akan makin parah.

“Hasil kami merugi, jangankan untuk melanjutkan pertanian lagi, untuk hidup saja susah. Seharusnya ini jadi kajian pemerintah. Rakyatnya sudah menderita kok malah dinaikkan lagi?” imbuhnya.

Agus mengatakan dalam mengambil kebijakan terkait cukai, pemerintah harusnya mempertimbangkan petani. Tapi yang terjadi, pemerintah selama ini secara sepihak mengambil keputusan tanpa melihat dampaknya ke industri tembakau dari hulu ke hilir.

Kebijakan itu katanya, tak pernah melibatkan pihaknya.

Padahal, seharusnya pemerintah mengajak semua pihak untuk duduk bersama.

“Lalu kalau penyerapan industri tembakau melemah apa pemerintah mau beli hasil tembakau kami? Jangan hanya beri kebijakan tapi tidak ada solusi,” kata Agus.

Tak hanya itu, ia juga meminta pemerintah melindungi sektor sigaret kretek tangan (SKT) yang juga terdampak kenaikan cukai.

Apalagi, sebagian besar pelinting SKT merupakan rakyat kecil dan mayoritasnya adalah perempuan. Mereka telah bertahun-tahun bekerja sebagai pelinting rokok dan menjadi tulang punggung keluarga.

“Teman-teman pelinting atau buruh SKT itu terdampak kenaikan cukai, padahal negara dibuatkan lapangan kerja oleh SKT. Buruh SKT dan buruh tani tembakau harus dipertimbangkan, jangan dilibas dengan kenaikan cukai,” tandasnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>