Kisah Putri Pertama Nabi Adam: Iklima yang Cantik Memesona


Ilustrasi, Foto; Istimewa

Allah Swt. berfirman, Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika ke duanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang orang yang bertakwa,” (al-Ma’idah [5]: 27).

Disebutkan bahwa Hawa melahirkan putra kembar, yakni Habil dan Iklima. Dari kehamilan berikutnya, Hawa melahirkan Qabil dengan Ludza.

Perlu diketahui, Ludza adalah putri Adam yang paling cantik dan dikhawatirkan sang ayah akan mengundang fitnah. Suatu ketika, Adam berkata kepada kedua putranya. “Aku ingin menikahkanmu, Habil, dengan Ludza. Dan akan menikahkanmu, Qabil dengan Iqlima.” Namun, Qabil menolak, “Aku tidak rela dinikahkan dengan saudara perempuan Habil yang jelek itu. Aku ingin menikah dengan sau dariku sendiri yang cantik Ludza.” Kemudian, Adam berkata, “Jika begitu, aku akan mengundinya di antara kalian berdua.” (Lihat Ni’matullah al-Jazairi, Qas hash al-Anbiya, hal. 74; Ibnu Katsir, Qashash al-Anbiya’, hal. 53; Sayyid Quthub, Qashash al-Qur’an min Zhilal al-Quran, 1/20).

Allah tidak menyebut nama Iklima dalam kitab-Nya secara eksplisit. Tidak pula memberi isyarat dengan sifat tertentu. Namun, para ahli tafsir mengemukakan penyebab diadakannya kurban adalah karena setiap kehamilannya Siti Hawa melahirkan dua anak kembar, laki-laki dan perempuan.

Aturannya, anak laki-laki harus menikah dengan anak perempuan dari kehamilan yang lain. Sebab, tidak mungkin saudaranya harus mengandung anak saudara sekandungnya.

Disebutkan, saudara perempuan yang sekandung dengan Qabil adalah gadis cantik bernama Iklima. Sedangkan saudara perempuan yang sekandung dengan Habil bernama Labuda.

Hanya saja, ia tak secantik Iklima. Kemudian, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Adam as untuk menikahkan keduanya secara silang dengan saudara perempuan mereka. Oleh karena saudara kembar Qabil lebih cantik daripada saudara kembar Habil, Qabil pun mulai iri dan kesal kepada Habil.

Akhirnya, Sang Ayah menyampaikan kepada keduanya, “Lakukanlah kurban oleh kalian. Siapa di antara kalian yang diterima kurbannya, maka dia berhak menikah dengan Iklima. Setelah keduanya berkurban, ternyata Allah menerima kurban Habil.

Namun, sewaktu Habil bermaksud akan menikahi Iklima, yang tak lain adalah saudara kembar Qabil, kemarahan Qabil pun semakin memuncak. Kekesalan dan kedengkiannya kepada saudaranya kian membuncah. Qabil bahkan mengancam saudaranya, “Akan kubunuh kau!”

Walau alasan Habil untuk menikah dengan Iklima lebih kuat, namun Habil berusaha memaafkan dan mengajak damai saudaranya. la menjawab, sebagaimana yang terekam dalam ayat Alquran, “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim,” (Ali Imran [3]: 28-29).

Pada saat itu, terjadilah kejahatan pertama yang dikenal oleh masyarakat manusia. Kejahatan itu dilakukan oleh manusia generasi pertama hanya karena mengumbar nafsu.

Dan kejahatan serupa masih kita saksikan hingga sekarang. Banyak darah orang orang yang tak berdosa yang ditumpahkan. Sering kita dengar dan kita lihat bahwa “Qabil-Qabil” lainnya masih hidup di tengah kita dan melakukan pembunuhan demi keuntungan sepele yang bersifat duniawi. Pada saat yang sama, banyak pula “Habil-Habil” lain yang menjadi korban permusuhan yang keji.

Kisah ini terjadi di kota Makkah, tempat Adam dan Hawa tinggal. Ada pula yang berpendapat, kisah ini berlangsung di al-Magharah, yang dikenal se karang dengan nama Magharah al-Dam. la gunung Qasiun yang berada di kota Damaskus. (Lihat Mukhtar Fauzi al-Na’al. Nisa Asyara llaihinna al-Quran walam Yusammihinna, hal. 17-18).

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>