Cari Cuan untuk Negara, Korut Kirim Buruh ke China-Rusia


Ilustrasi: Parade Militer Korea Utara (Korut). (KCNA)

Korea Utara dilaporkan kerap mengirimkan para pekerjanya ke China dan Rusia untuk mencari devisa dan menambah pundi-pundi Partai Buruh yang berkuasa.

Perusahaan China dan Rusia yang mempekerjakan para buruh itu membayar gaji lebih tinggi dibandingkan di Korut. Namun, agen penyalur Korut kerap mengambil sebagian besar penghasilan para buruhnya itu dan menyisakan hanya sedikit gaji bagi pekerja.

Kondisi yang sulit itu kian mencekik para buruh Korut sejak pandemi Covid-19 berlangsung.

Buruh Korut yang dikirim ke China dikabarkan kesusahan mencari pekerjaan karena penutupan wilayah (lockdown) Covid-19 di China yang ketat.

Dalam situasi normal, Pyongyang bisa mendapatkan banyak uang dengan cara pengiriman buruh ini. Namun, lockdown Covid-19 di wilayah Dandong, China, membuat banyak buruh Korut tak bisa mendapatkan pekerjaan karena lowongan kerja semakin sedikit imbas banyak usaha yang tutup.

“Beberapa hari terakhir, seperti kota besar Xi’an, kasus virus corona terkonfirmasi semakin melonjak di daerah Dandong, membuat kemunduran besar dalam produksi dan distribusi produk,” kata seorang warga China kepada Radio Free Asia, Minggu (9/1).

“Pabrik pengolahan makanan, pakaian, dan elektronik tempat banyak warga Korut bekerja, ditutup sejak awal Desember. Pekerja Korut mengalami kesulitan,” kata sumber tersebut secara anonim.

Sumber juga menuturkan pekerja Korut di Dandong tak bisa mendapatkan cukup uang untuk rumah tangga mereka.

Selain menimpa pekerja Korut, pemilik bisnis di China juga turut mengalami kerugian. Walaupun demikian, ada beberapa pemilik bisnis yang menyediakan makanan dan tempat tinggal bagi pekerja Korut.

“Mereka biasanya mendapatkan banyak uang dengan merekrut warga Korut yang berupah kecil, tetapi sekarang mereka harus membayar tempat tinggal dan makanan bagi pekerja ini meski pabrik mereka sedang tutup,” tutur sumber ini.

Perusahaan Korut juga turut terkena dampak dari lockdown ini.

“Saya tahu seorang pria yang mengelola pekerja Korut. Dia mengunjungi rekan-rekan China-nya dalam beberapa hari terakhir, meminta mereka untuk membuka lowongan kerja. Dia mengatakan tempat tinggal dan makanan mereka (warga Korut) tidak aman, dan mereka membutuhkan uang. Dia juga berjanji mereka akan bekerja dengan upah minimum, jika mereka (teman China) memberikan pekerjaan apapun,” ujarnya lagi.

Dalam situasi normal, warga Korut di China memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dibandingkan di negara asalnya.

“Mereka makan lebih banyak dibandingkan di negara asal. Mereka tak hanya bisa makan nasi, tetapi juga daging, ikan, telur, dan sayur apapun. Namun, karena sekarang mereka tak mendapatkan uang, kualitas makanan mereka turun drastis,” ungkap sumber tersebut.

“Otoritas China menerapkan kebijakan karantina ketat akibat Olimpiade Musim Dingin pada awal Februari. Mereka mengunci kota dan membatasi ruang gerak. Ini menjadi penyebab perusahaan kecil di dekat perbatasan Korut tak semuanya beroperasi.”

Sumber lain mengatakan, pekerja Korut biasanya makan dengan baik di kafetaria maupun pabrik tempat mereka bekerja. Namun, mereka kini hanya mendapatkan sepotong roti dan sup kubis dengan nasi.

“Para pekerja ini meninggalkan kampung halaman dan keluarga mereka untuk bekerja di luar negeri. Satu-satunya hal yang baik di sini adalah mereka bisa makan lebih baik. Namun tidak untuk sekarang, karena mereka tak bisa bekerja,” kata sumber kedua.

Sementara itu, beberapa perusahaan juga harus berhemat dengan memberikan para pekerja makanan berkualitas kurang.

Menurut Laporan Perdagangan Manusia dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, diperkirakan ada 20.000 hingga 80.000 warga Korut yang bekerja di China.

Sebelumnya, RFA melaporkan pekerja Korut bisa mendapatkan sekitar US$400 (Rp5,7 juta), dengan US$100 (Rp1,4 juta) yang bisa mereka ambil. Sementara itu, sisa uang mereka diberikan kepada otoritas Korut.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>