EKBIS
Perkasa di Pagi Hari! Rupiah ‘Unjuk Gigi’ Lawan Dolar AS

AKTUALITAS.ID – Nilai tukar rupiah menunjukkan performa yang impresif di awal perdagangan hari ini, Rabu (14/5/2025). Mata uang Garuda dibuka perkasa terhadap dolar Amerika Serikat (AS), didorong oleh rilis data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan.
Berdasarkan pantauan data Bloomberg pada pukul 09.02 WIB di pasar spot exchange, rupiah tercatat menguat signifikan sebesar 52,5 poin atau 0,32% ke level Rp 16.574,5 per dolar AS. Penguatan ini berbalik arah dari penutupan perdagangan Jumat (9/5/2025) lalu, di mana rupiah melemah tipis 18 poin (0,11%) ke level Rp 16.520 per dolar AS.
Sementara itu, indeks dolar terpantau mengalami penurunan tipis sebesar 0,07 poin ke level 100,9. Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun juga terlihat melemah 1 poin ke level 4,47%.
Seperti dikutip dari Reuters, pergerakan nilai tukar dolar AS cenderung stabil terhadap sejumlah mata uang utama dunia pada perdagangan Rabu pagi di Asia. Namun, dolar sebelumnya mengalami penurunan terbesar dalam lebih dari tiga pekan, dipicu oleh data inflasi AS yang lebih rendah dari ekspektasi pasar. Hal ini kembali memunculkan harapan akan adanya pelonggaran kebijakan moneter oleh The Federal Reserve (The Fed), di tengah meredanya ketegangan perdagangan global.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) AS pada April naik sebesar 0,2%, di bawah perkiraan pasar yang sebelumnya memprediksi kenaikan sebesar 0,3%. Pada bulan Maret sebelumnya, IHK AS tercatat mengalami penurunan sebesar 0,1%.
Meskipun demikian, potensi peningkatan tekanan inflasi dalam beberapa bulan mendatang masih menjadi perhatian, terutama seiring dengan pemberlakuan tarif impor baru oleh AS yang berpotensi meningkatkan harga barang-barang impor. Namun, prospek perdagangan AS terlihat membaik setelah adanya kesepakatan dagang dengan Inggris dan hasil pembicaraan positif dengan China pada akhir pekan lalu, yang menghasilkan penundaan tarif selama 90 hari.
Presiden AS Donald Trump juga mengindikasikan adanya ‘potensi kesepakatan’ dengan negara-negara besar lainnya seperti India, Jepang, dan Korea Selatan.
Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, berada di level 100,94, tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan hari sebelumnya. Pada perdagangan Selasa (13/5/2025), DXY sempat terkoreksi sebesar 0,8% setelah mencatatkan kenaikan 1% pada hari sebelumnya, mencapai level tertinggi dalam satu bulan karena harapan meredanya ketegangan AS-China dapat mencegah resesi global.
Di pasar mata uang lainnya, dolar stabil di posisi 147,45 yen Jepang. Sementara itu, euro dan poundsterling bergerak nyaris tanpa perubahan, masing-masing berada di level US$ 1,1188 dan US$ 1,3311. Dolar juga datar terhadap franc Swiss di level 0,8390 dan bertahan di level 7,1928 terhadap yuan China di pasar offshore, setelah sempat menyentuh level terendah dalam enam bulan di 7,1791 pada hari Selasa.
Analis dari Commonwealth Bank of Australia memberikan pandangannya meskipun dolar mengalami pelemahan semalam, potensi penguatan dalam waktu dekat masih terbuka. “Kami memperkirakan indeks dolar bisa naik 2–3% dalam beberapa pekan ke depan, seiring pasar menilai ulang prospek ekonomi AS dan global setelah kesepakatan dagang sementara AS-China,” tulis mereka dalam catatan kepada klien.
Namun, mereka juga menambahkan pemulihan dolar kemungkinan tidak akan kembali ke level awal tahun ini yang berada di kisaran 108,50. Kebijakan yang tidak konsisten dari pemerintah AS dinilai berpotensi menyebabkan kerusakan permanen terhadap status dolar sebagai mata uang safe haven.
Sejak 2 April lalu, saat Trump mengumumkan tarif ‘Liberation Day’, dolar tercatat mengalami penurunan sekitar 3%. Langkah tersebut mendorong investor asing untuk menarik dana mereka dari pasar saham dan obligasi AS.
Survei terhadap para manajer investasi global oleh Bank of America bahkan menunjukkan bahwa posisi underweight terhadap dolar mencapai level tertinggi dalam 19 tahun pada bulan Mei ini.
Sementara itu, The Fed diperkirakan masih akan mengadopsi sikap wait and see terhadap dampak ekonomi dari kampanye tarif Trump sebelum memutuskan untuk kembali memangkas suku bunga. Berdasarkan data LSEG, pelaku pasar saat ini memperkirakan adanya pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin hingga akhir tahun ini, dengan potensi penurunan pertama sebesar 25 basis poin diprediksi terjadi pada bulan September. (Yan Kusuma/Mun)
-
NASIONAL13/06/2025 13:30 WIB
Kuasa Hukum: Ibrahim Arief bukan stafsus Nadiem Makarim
-
DUNIA13/06/2025 14:00 WIB
Diserang Iran, Israel Tetapkan Keadaan Darurat Nasional
-
NASIONAL13/06/2025 13:00 WIB
Peran Komdigi Bantu Digitalisasi Dapat Apresiasi
-
OLAHRAGA13/06/2025 15:30 WIB
United Autosports 95 Berhasil Start Dari Posisi Tujuh
-
DUNIA13/06/2025 18:30 WIB
Hakim AS Blokir Upaya Trump Ambil Alih Garda Nasional California
-
RAGAM13/06/2025 17:30 WIB
Super Junior Umumkan Tur Dunia “Super Show 10”, Siap Guncang Jakarta
-
OLAHRAGA13/06/2025 18:00 WIB
Rachmat Irianto Resmi Tinggalkan Persib Usai Antar Dua Gelar Liga 1
-
JABODETABEK13/06/2025 16:30 WIB
Mediasi Gagal, Kasus Kekerasan Seksual Remaja GH Resmi Masuk Jalur Hukum