Gugatan Keabsahan UU Pembentukan Papua Ditolak MK


Gedung Mahkamah Konstitusi. (Dok: AKTUALITAS.ID/Kiki Budi Hartawan)

AKTUALITAS.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat (Papua) dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Anwar Usman saat membacakan putusan di Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (6/1/2020).

Gugatan itu diajukan oleh Koalisi Advokat untuk Kebenaran dan Keadilan Rakyat Papua pada 12 April 2019. Permohonan tercatat dengan Nomor 35/PUU-XVII/2019.

Objek pengujian materiil yang diajukan adalah UU No. 12 tahun 1969 khususnya bagian Menimbang serta Bagian Penjelasan I paragraf 7 dan 8.

Dalam objek yang diuji, yakni Bagian Penjelasan I UU No. 12 tahun 1969, disebutkan bahwa mayoritas masyarakat Papua telah dengan sadar dan penuh rasa persatuan memutuskan untuk bergabung dengan Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 silam.

Namun, Koalisi merasa pelaksanaan Pepera sarat dengan pelanggaran HAM. Masyarakat Papua pun tidak menentukan pilihan secara independen, melainkan dipaksa oleh banyak oknum agar memilih untuk bergabung dengan Indonesia. Itu bertentangan dengan UUD Pasal 28E Ayat (2), 28 G Ayat (1), dan Pasal 28 I Ayat (1).

Oleh karena itu, mereka menganggap Pepera tidak sah dan tidak bisa dijadikan landasan pembentukan UU No. 12 tahun 1969 tentang pembentukan Provinsi Papua. Jika demikian, pembentukan Provinsi Papua berdasarkan UU No. 12 tahun 1969 juga tidak sah.

Akan tetapi, dalam memutus permohonan koalisi, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memiliki pandangan berbeda.

Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan bahwa MK tidak bisa dan tidak berwenang menilai keabsahan hasil Pepera 1969. Alasannya, Pepera sudah disahkan dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 2504 (XXIV) pada 19 November 1969.

“Mendalilkan kerugian konstitusionalitas dari ketentuan UU 12 Tahun 1969 sama artinya ‘memaksa’ Mahkamah untuk menilai keabsahan tindakan PBB,” kata Palguna seperti dikutip cnnindonesia.com.

Dalam putusan juga dijelaskan bahwa para pemohon tak berhak mengajukan uji materi. Mengingat UU Nomor 12 Tahun 1969 sebagai beleid pembentukan daerah, maka hanya pemerintah daerah yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.

“Menimbang bahwa oleh karena permohonan tidak berkaitan dengan persoalan konstitusionalitas dan para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih jauh pokok permohonan para Pemohon,” kata Palguna.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>