Soal Izin Reklamasi Ancol, PSI Tuding Anies Tidak Jujur


Seorang nelayan saat mencari ikan di lokasi proyek reklamasi di kawasan Ancol, Jakarta,

AKTUALITAS.ID – Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta menilai Gubernur Anies Baswedan tidak jujur terkait penerbitan izin reklamasi kawasan Ancol. Mereka menduga ada kejanggalan atas Keputusan Gubernur yang dikeluarkan sebagai dasar hukum reklamasi Ancol.

Anggota Fraksi PSI sekaligus komisi D, Viani Limardi mengatakan, salah satu acuan pelaksanaan reklamasi adalah Peraturan Gubernur (Pergub) 121 tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Di dalam Pergub tersebut, telah diatur mengenai batasan ruang, arah pengembangan kawasan, struktur ruang, dan rencana pola ruang reklamasi. Pergub ini merupakan turunan dari Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.

“Setahu saya, Pergub nomor 121 tahun 2012 itu belum dicabut dan Perda nomor 1 tahun 2012 masih berlaku. Tapi, Pak Anies mengeluarkan Kepgub tanpa menyebut kedua produk hukum tersebut. Dalam tata kelola pemerintahan, ini tidak wajar,” kata Viani, Senin (13/7/2020).

Selain itu, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu dituding bermain diksi saat memberikan izin reklamasi kawasan Ancol. Padahal menurutnya, lokasi reklamasi tersebut adalah Pulau L, yang notabene dihentikan pekerjaannya oleh Anies sendiri dengan alasan hukum.

Sebelumnya, izin prinsip reklamasi Pulau L seluas 481 hektar adalah Surat Gubernur Provinsi DKI Jakarta tanggal 21 September 2012 No. 1296/-1.794.2.

“Lokasi proyek sama tapi judulnya berbeda. Ini hanya akal-akalan saja untuk menghilangkan kata reklamasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, PSI menyoroti hilangnya klausul kontribusi tambahan di dalam Kepgub yang ditandatangani Anies.

Di dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) nomor 2485 tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K, telah diatur berbagai macam tambahan kontribusi berupa penyediaan rumah susun, penataan kawasan, meningkatkan dan membangun jalan, membangun infrastruktur pengendalian banjir termasuk pompa dan rumah pompa, waduk, saluran dan pembangunan tanggul Program NCICD.

Sementara itu, di Kepgub yang dikeluarkan Anies, hanya ditulis bahwa kewajiban tambahan akan ditetapkan oleh gubernur.

Kemudian, imbuh Viani, Anies berdalih sudah ada kajian yang menyebutkan Pemprov DKI membutuhkan lahan 155 hektar untuk menampung lumpur hasil pengerukan sungai dan waduk selama 11 tahun terakhir. Oleh sebab itu, dia memberikan izin reklamasi Ancol seluas 155 hektar.

Dia menilai pernyataan Anies tersebut mengada-ada. Pasalnya, rencana reklamasi Ancol Timur seluas 120 hektar telah ada di Laporan Tahunan PT Pembangunan Jaya Ancol tahun 2009 dan 2010.

“Proyek reklamasi ini adalah keputusan bisnis yang sudah direncanakan sejak lama oleh Ancol, bukan akibat adanya kegiatan pengerukan sungai dan waduk. Di laporan tersebut dituliskan bahwa lahan reklamasi akan dikembangkan menjadi pusat rekreasi, resort, bisnis dan hunian,” jelasnya.

“Kajian tersebut masih jadi misteri. Jika kajian itu benar-benar ada, sebaiknya segera dibuka ke publik agar tidak terjadi polemik,” tambah Viani.

Ia juga mengoreksi pernyataan Anies mengenai lokasi penampungan lumpur. Dari kedua lokasi reklamasi, penampungan lumpur hanya ada di Pulau L.

Viani mengaku skeptis atas klaim Anies yang menyebut kawasan reklamasi Ancol akan bermanfaat bagi masyarakat umum. Di sisi lain, saat memberikan paparan di DPRD, pihak Ancol menyatakan akan membangun Dufan Hotel dan Ancol Residence.

“Saya kecewa karena Pak Anies tidak memiliki keberpihakan untuk membangun hunian bagi rakyat kecil di kawasan reklamasi ini. Ribuan warga di pesisir Jakarta Utara sangat membutuhkan hunian yang layak, sehat, dan aman dari banjir,” tutupnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>