Usai Dipecat, Diplomat Myanmar di PBB Bakal Terus Berjuang


Duta Besar Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kyaw Moe Tun@Istimewa

Duta Besar Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kyaw Moe Tun, menyatakan bakal terus memperjuangkan aspirasi rakyat yang menentang kudeta usai dipecat.

Dia menyatakan hal itu setelah dipecat oleh pemerintah Myanmar karena mendukung aksi demonstrasi dan menolak pengambilalihan kekuasaan oleh militer saat memberikan pernyataan di hadapan Majelis PBB di New York, Amerika Serikat pada pekan lalu.

“Saya memutuskan akan tetap berjuang sepanjang yang saya mampu,” kata Tun seperti dikutip Reuters, Senin (1/3).

Dalam pidato di sidang Majelis PBB pada Jumat pekan lalu, Tun menyatakan dia mendukung pemerintahan yang dipimpin Presiden Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi. Dia juga mengatakan mendukung aksi unjuk rasa menolak kudeta dan bahkan sempat memperagakan simbol tiga jari yang digunakan oleh para demonstran.

Junta militer Myanmar memecat Tun dari jabatannya karena dinilai membangkang dan mengkhianati negara.

Sampai saat ini PBB menyatakan belum mengakui pemerintahan junta militer Myanmar sebagai pemerintahan baru dengan alasan mereka belum menerima pemberitahuan apapun. Maka dari itu, PBB menyatakan masih mengakui Tun sebagai perwakilan dari Myanmar.

“Kami belum menerima komunikasi apapun terkait perubahan perwakilan Myanmar untuk PBB di New York,” kata Juru Bicara untuk Sekretaris Jenderal PBB, Stephane Dujarric.

Kelompok anggota parlemen yang dibubarkan junta militer menyatakan Tun sebagai perwakilan yang resmi dan sah yang ditunjuk pemerintah terpilih Myanmar untuk PBB.

Jika Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw), Jenderal Min Aung Hlaing, bakal menunjuk pengganti Tun, maka kemungkinan bakal memicu perselisihan di PBB yang berujung pada pengambilan suara.

Sengketa diplomatik beberapa kali terjadi di PBB pada 2011. Saat itu Majelis Umum PBB menyetujui perwakilan pemerintahan interim Libya setelah mendapat pengakuan dari Amerika Serikat, Rusia, China dan sejumlah negara Eropa.

Di sisi lain, jumlah korban meninggal dalam gelombang demo menentang kudeta di Myanmar pada akhir pekan lalu dilaporkan mencapai 18 orang.

Laporan itu disampaikan oleh Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Menurut mereka selain jatuh korban jiwa, sebanyak 30 orang dilaporkan luka-luka dalam bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan Myanmar.

Menurut PBB jumlah korban meninggal dalam demo Myanmar pada akhir pekan lalu kemungkinan adalah yang tertinggi dalam satu hari. Jika benar, maka jumlah korban jiwa dalam gelombang unjuk rasa

Kantor HAM PBB juga menyatakan mereka mencatat ada sekitar seribu orang yang ditangkap aparat dalam unjuk rasa pada Minggu kemarin.

Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mendesak supaya seluruh negara anggota PBB tidak mengakui pemerintahan junta militer untuk memberikan tekanan diplomatik selepas kudeta pada 1 Februari lalu.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>