Usai Sebut Saudi Dukung ISIS, Menlu Libanon Mengundurkan Diri


Charbel Wehbe, menteri luar negeri Lebanon yang baru diangkat tiba di Kementerian Luar Negeri di Beirut, Lebanon 4 Agustus 2020. [REUTERS / Mohamed Azakir]

Menteri Luar Negeri Libanon, Charbel Wehbe, mengundurkan diri setelah menyebut Arab Saudi dan sekutunya sebagai pendukung ISIS dalam sebuah wawancara televisi.

Dilansir Al Monitor, Jumat (21/5), persoalan yang membuat Wehbe mundur bermula ketika dia hadir dalam acara bincang-bincang di stasiun televisi Alhurra pada Senin lalu.

Saat itu, Wehbe berdebat sengit dengan bintang tamu lain yang dihadirkan dalam acara itu. Saat itulah Wehbe melontarkan pernyataan yang dinilai menyudutkan Saudi dan sekutunya, yang dianggap sebagai pendukung kelompok teroris ISIS.

“Mereka adalah negara yang saya cintai, negara sahabat dan penuh persaudaraan tetapi mereka yang membawa ISIS,” kata Wehbe saat itu.

Wehbe juga menyebut salah satu lawan bicaranya sebagai “orang Badui Arab”, dan kemudian dia pergi meninggalkan acara itu.

Pernyataan Wehbe membuat Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Bahrain berang. Masing-masing negara itu lantas memanggil duta besar Libanon yang diutus dan meminta penjelasan.

“Terkait perkembangan situasi terbaru dan hal-hal yang terkait setelah penampilan saya di acara bincang-bincang di stasiun televisi nasional, dan supaya pernyataan tidak membahayakan Libanon dan penduduknya, maka saya menemui presiden dan meminta supaya saya dibebastugaskan dari posisi menteri luar negeri,” kata Wehbe.

Presiden Libanon, Michel Aoun lantas menunjuk Menteri Pertahanan Libanon, Zeina Akar, sebagai pengganti Wehbe.

Calon Perdana Menteri Libanon, Saad Hariri, yang dekat dengan Saudi mengkritik sikap Wehbe yang dinilai tidak sejalan dengan etika diplomasi.

Sedangkan Pelaksana Tugas PM Libanon, Hassan Diab, menyatakan mereka ingin tetap membina hubungan baik dengan negara-negara di kawasan Teluk.

Hubungan diplomatik antara Libanon dengan Saudi dan sekutunya jarang berjalan mulus. Penyebabnya adalah Libanon menjadi rumah bagi Partai Hizbullah yang juga mempunyai kelompok milisi.

Hizbullah dinilai sebagai ganjalan dalam hubungan diplomatik Libanon dan Saudi beserta sekutunya karena dekat dengan Iran. Sementara Saudi dan sejumlah sekutunya bersikap bermusuhan dengan Iran.

Libanon saat ini juga berharap bisa terus merapat ke negara-negara Teluk demi mendapat pinjaman untuk bisa lepas dari krisis ekonomi yang tengah terjadi, yang dinilai paling buruk yang menghantam negara itu sejak perang saudara antara 1975 hingga 1990.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>