Bentuk-Bentuk Kerusakan di Bumi yang Disebutkan Alquran


Ilustrasi

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ أَلَآ إِنَّهُمْ هُمُ ٱلْمُفْسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشْعُرُونَ

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah berbuat kerusakan di bumi’, mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan.’ Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak merasa.” (QS al Baqarah [2]:11-12).

Alquran menyebutkan, sejumlah kaum dan tokoh yang melakukan perbuatan destruktif atau kezaliman di muka bumi. Seperti, bangsa Yahudi, kaum Tsamud, Yakjuj dan Makjuj, Fir’aun, Qarun, dan sederetan nama dan kaum lainnya. Mereka diabadikan dalam Alquran sebagai pelaku atau agen kerusakan, al Mufsiduuna fil Ardh. Atau, dengan bahasa lain, az Zhalimun (orang-orang yang berbuat zalim).

Secara umum dan spesifik, Alquran juga menerangkan diversitas atau bentuk-bentuk kerusakan yang terjadi di atas bumi. Misalnya, merampas atau mencuri harta milik orang lain, baik pribadi maupun milik umum. 

قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُمْ مَا جِئْنَا لِنُفْسِدَ فِي الْأَرْضِ وَمَا كُنَّا سَارِقِينَ

“Saudara-saudara Yusuf menjawab “Demi Allah sesungguhnya kamu mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah para pencuri”. (QS Yusuf [12]: 73). 

Menghalang-halangi manusia menuju jalan yang diridhai Allah merupakan bentuk kerusakan di muka bumi: 

وَلَا تَقْعُدُوا بِكُلِّ صِرَاطٍ تُوعِدُونَ وَتَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِهِ وَتَبْغُونَهَا عِوَجًا ۚ وَاذْكُرُوا إِذْ كُنْتُمْ قَلِيلًا فَكَثَّرَكُمْ ۖ وَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

“Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadi bengkok. Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS al-‘Araf [7]:86).

Menuruti hawa nafsu duniawi dengan gejalanya, seperti cinta dunia dan takut mati, budaya meterialistis, hedonis, tamak, dan seumpamanya: 

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS al-Mukminun [23]: 71). 

Termasuk jenis kerusakan yang dijelaskan dalam Alquran adalah sikap orang-orang Mukmin yang menjadikan orang-orang yang tidak seakidah sebagai pemimpin: 

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ

“ Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS al Anfal [8]:73). 

Lebih-lebih apabila umat Islam menjadikan sekelompok orang sebagai teman setia atau kiblat politik, padahal selama ini mereka jelas-jelas memusuhi dan memerangi atas nama agama.  

” إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS al-Mumtahanah [60]:9).

Demikian juga kepongahan dan kesewenang-wenangan dengan segala indikatornya, seperti  merancang konflik, penindasan, dan pembunuhan secara biadab adalah bentuk kerusakan yang sangat nyata: 

إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ

“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS al-Qashash [28]:4).   

Seorang pakar tafsir terkemuka pada era sahabat, Abdullah bin Mas’ud, ketika menafsirkan ayat yang dikemukakan pada pendahuluan di atas (QS al-Baqarah [2]:11-12)  mengatakan, yang dimaksud kerusakan di muka bumi dalam ayat ini adalah jalan kekufuran dan perbuatan maksiat.

Sehingga, logis apabila sejumlah ulama tafsir menarik sebuah kesimpulan, kekufuran dan maksiat kepada Allah merupakan sumber kerusakan. Maknanya, status kufur dan maksiat adalah akar kerusakan yang menimbulkan kerusakan-kerusakan yang lain di atas bumi. 

Sebagaimana dikatakan salah seorang ahli tafsir, Imam Asy-Syaukani, bahwa perbuatan syirik (menyekutukan Allah) dan maksiat adalah sebab timbulnya berbagai kerusakan di alam semesta.

Kesimpulannya, Islam adalah agama yang menghendaki keselamatan dan kemakmuran di atas bumi. Apa pun bentuk kerusakan dan kemudharatan sebagaimana disebutkan di atas, semuanya bertolak belakang dengan prinsip dan syariat Islam. Orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan orang-orang yang senantiasa berbuat kerusakan merupakan satu paket kezaliman yang sejak dulu diperangi para nabi dan rasul.  

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>