Alasan Kembali Kedaulatan Rakyat, Warga NTT Suarakan Referendum Masa Jabatan Presiden


Ilustrasi@Istimewa

AKTUALITAS.ID – Sejumlah elemen masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) tengah menyuarakan usulan referendum masa jabatan presiden. Referendum merupakan mekanisme politik untuk memurnikan kembali kedaulatan rakyat tentang masa jabatan presiden.

Mereka tergabung dalam ‘Komite Penyelenggara Referendum Terbatas pada Konstitusi 1945 NTT’. Komite yang dipimpin Pius Rengka dan sejumlah nama dalam tim inti di antaranya Imanuel Blegur, Caroline Noge, Hadi Djawas, Clarita R. Lino dan sejumlah aktivis peduli demokrasi lainnya itu, telah dibentuk pada Kamis 29 April 2021 silam.

Jaringan Komite Penyelenggara Referendum Terbatas ini merambah luas hingga ke kabupaten, Kecamatan dan pelosok desa di NTT. Ketua Komite Pius Rengka menyebut, gagasan pembentukan Komite Penyelenggara Referendum ini sesungguhnya bukan muncul mendadak.

“Gagasan ini lahir diawali setelah tim penggagas mencermati aspirasi sangat kuat dan luas masyarakat NTT untuk mengubah ketentuan pasal konstitusi, yang mengatur tentang periode dan batas masa jabatan presiden Indonesia,” kata Pius Rengka di Kupang, Kamis (17/6/2021).

Menurut Pius, Komite ini dibentuk atas inisiatif beberapa elemen masyarakat setelah mencermati dengan sangat serius aspirasi rakyat NTT. Banyak opini yang meminta agar batasan masa jabatan presiden perlu serius dikoreksi.

“Koreksi atas batasan masa jabatan itu muncul kian marak menyusul kunjungan beruntun selama 10 kali Presiden Jokowi ke NTT, di masa kepemimpinan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef A. Naesoi,” ujarnya.

Pius menambahkan, masa jabatan presiden yang dibatasi dua periode menurutnya merupakan kooptasi elite oligarki politik atau semacam pembajakan demokrasi deliberatif.

“Demokrasi deliberatif adalah demokrasi terlibat yang melibatkan semua elemen dalam proses dan evaluasi politik pembangunan. Demokrasi deliberatif tidak hanya mengandalkan lembaga-lembaga politik seperti partai politik, yang dalam cermatan banyak pihak partai politik terkesan telah berubah menjadi instrumen kooptatif dan cenderung manipulatif,” ungkapnya.

Pius mengungkapkan, deklarasi Komite Penyelenggara Referendum Konstitusi NTT akan digelar 21 Juni 2021 bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Jokowi.

“Kami berencana mengundang Gubernur NTT dan Wakil Gubernur NTT hadir dalam acara deklarasi itu, agar negara patut tahu bahwa ada opini luas dari warga negara khususnya warga negara di NTT yang berkehendak agar perihal periodisasi masa jabatan presiden perlu serius dikoreksi,” jelasnya.

Pius menambahkan, pasal di konstitusi yang mengatur dua periode jabatan harus dikoreksi karena dalam sejarahnya mengalami kooptasi dan pembajakan kedaulatan rakyat. Dia menegaskan, seharusnya untuk jabatan sangat strategis seperti presiden, konstitusi hanya cukup menentukan lama waktu tiap periode kepemimpinan presiden.

Mekanisme perubahan konstitusi melalui referendum, lanjut Pius dengan mengembalikan keputusan ke pemilik sah kedaulatan yaitu rakyat.

“Untuk mengerti apa sesungguhnya gagasan rakyat, harus ditempuh dengan cara mencari dan menemukan opini publik. Opini publik dapat diketahui pasti dan persis melalui referendum karena dengan referendum selain pemulihan hak-hak asasi manusia, tetapi juga referendum adalah wujud konstitusional dari praktik kedaulatan rakyat,” ujarnya.

“Kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat sesuai ketentuan Pasal 1 (2) Undang-Undang Dasar yang ditentukan pada amandemen konstitusi yang ketiga. Kebenaran ontologis kehendak rakyat itu hanya mungkin ada pada pikiran dan tangan rakyat itu sendiri,” tutup Pius Rengka.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>