Mitigasi Intoleransi pada Peserta Didik


Pormadi Simbolon (Penulis, Pengembang Teknologi Pembelajaran Ahli Muda, Ditjen Bimas Katolik)

AKTUALITAS.ID – Kehidupan beragama peserta didik di negeri ini masih perlu mendapat perhatian, karena sedang tidak baik-baik saja. Potensi sikap intoleransi merasuki mereka harus diwaspadai. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencoba meniadakannya dengan program penciptaan figur peserta didik ideal, berjiwa Pancasila. Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) meminimalisir intoleransi dengan menggagas program penguatan Moderasi Beragama. Program Moderasi Beragama menjadi salah satu prioritas dalam membentuk peserta didik berwawasan moderat.

Dalam tulisan ini kami sampaikan sekilas tentang Program Moderasi Beragama, dan pengetahuan tentang program pembentukan profil pelajar Pancasila dari Kemendikbudristek. Lalu kami mengusulkan agar kedua kementerian berkolaborasi dalam membentuk peserta didik yang dicita-citakan. Penulis yakin bahwa kedua program tersebut sama-sama membangun peserta didik ideal dalam arti toleran, moderat, dan Pancasilais.

Moderasi Beragama digagas dan dicanangkan oleh Kementerian Agama di masa kepemimpinan Lukman Hakim Saifuddin. Mantan Menteri Agama tersebut mencanangkan tahun 2019 sebagai tahun Moderasi Beragama (Kemenag 2019: vi).

Spirit Moderasi Beragama adalah menciptakan toleransi dan kerukunan baik di tingkat lokal, nasional maupun global. Toleransi dan kerukunan di tiga tingkat tersebut merupakan kunci untuk kelancaran pembangunan nasional.

Gagasan Moderasi Beragama berangkat dari tantangan yang tengah terjadi di tengah masyarakat Indonesia pasca-rezim Orde Baru. Jamak terjadi bahwa cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrem), yang mengesampingkan kemanusiaan.

Sekedar contoh, menurut survei yang dilakukan Setara Institut bersama International NGO Forum on Indonesian Development soal sikap toleransi siswa SMA (di lima kota: Surabaya, Surakarta, Bogor, Padang dan Bandung), sebesar 25,6% dari 947 responden beranggapan bahwa agama lain selain agama yang dianutnya tergolong sesat. Demikian pula sikap bersedia memerangi orang dengan agama berbeda dan mendapatkan upah surga termasuk tinggi (Kompas.id, 19/05/2023). Inilah tantangan pertama.

Tantangan kedua, adanya klaim kebenaran subjektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh ekonomi dan politik berpotensi memicu konflik.

Tidak kalah pentingnya, tantangan ketiga, berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI. Mengingat pentingnya Moderasi Beragama, pemerintah sudah menjadikannya sebagai program prioritas dalam pembangunan jangka menengah.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024, pada lampiran III disebutkan bahwa salah satu program prioritas pemerintah adalah memperkuat Moderasi Beragama, yang bertujuan untuk mengukuhkan toleransi, kerukunan dan harmoni sosial, dan menjadi tanggung jawab Kementerian Agama.

Selain itu, gagasan Moderasi Beragama juga merupakan amanat dari UUD 1945, pasal 19 ayat (2) dimana “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Amanat tersebut juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” [Pasal 22, ayat (2)].

Berdasarkan Perpres 18 Tahun 2020 di atas, Kementerian Agama menjadi leading sector dalam menyosialisasikan dan mewujudkan nilai-nilai Moderasi Beragama dalam kehidupan bermasyarakat, beragama dan berbangsa. Berangkat dari tantangan yang ada dan disertai payung hukum yang kuat, maka Moderasi Beragama menjadi sangat penting dan mendesak dibumikan untuk membentuk peserta didik yang moderat dan Pancasilais.

Sekarang ini, Kemendikbudristek sedang menjalankan program pembentukan pelajar berjiwa Pancasila sebagai kriteria pelajar yang ideal. Tujuannya untuk meniadakan tiga masalah akut di dunia pendidikan yaitu intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan (bullying). Menurut penulis, peserta didik ideal seperti itu perlu dikuatkan dengan nilai-nilai Moderasi Beragama dari Kemenag. Kemenag sudah dan sedang melaksanakan penguatan moderasi beragama di lembaga pendidikan agama dan pendidikan keagamaan binaannya. Baik profil pelajar Pancasila maupun profil pelajar berperspektif Moderasi Beragama dapat saling melengkapi dan menyempurnakan jika Kemendikbudristek dan Kemenag berkolaborasi.

Sinergi kedua kementerian yang menangani bidang pendidikan dan bidang agama diharapkan dapat menciptakan peserta didik yang unggul, moderat, dan berjiwa Pancasilais.

Pormadi Simbolon (Penulis, Pengembang Teknologi Pembelajaran Ahli Muda, Ditjen Bimas Katolik)

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>