Connect with us

JABODETABEK

Tarif MRT dan LRT Tidak Naik, Meski Anggaran DKI Jakarta Dipangkas

Aktualitas.id -

Arsip Foto: Light Rail Transit (LRT) atau kereta listrik ringan saat uji coba di sepanjang jalur Kelapa Gading-Velodrome, Jakarta. AKTUALITAS.ID / Kiki Budi Hartawan.

AKTUALITAS.ID – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan pemerintah provinsi akan mengkaji ulang skema subsidi transportasi umum sebagai bagian dari langkah efisiensi anggaran, menyusul pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah.

Namun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan untuk tarif MRT Jakarta dan LRT tidak akan naik

“Saya pastikan tarif MRT dan LRT tidak naik. Kajian terhadap ‘willingness to pay’ (kesediaan membayar) dan ‘ability to pay‘ (kemampuan membayar) menunjukkan bahwa tarif yang berlaku masih dalam batas tarif yang berlaku saat ini,” ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo dalam Media Fellowship Program MRT Jakarta 2025 di Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Dengan demikian, kata Safrin, jika dilihat untuk perhitungan tahun lalu terkait keekonomian tarif MRT itu sebesar Rp13 ribu sekian, tetapi tarifnya Rp7000 sehingga subsidi pada 2024 rata-rata per pelanggan itu sekitar Rp6000.

Angka ini, menurutnya, masih masuk dalam skema subsidi transportasi yang telah dirancang.

Berbeda dengan MRT dan LRT, Syafrin mengungkapkan bahwa tarif Transjakarta terakhir kali ditetapkan pada 2005, yakni Rp3.500. Dalam dua dekade terakhir, upah minimum provinsi (UMP) telah meningkat enam kali lipat dan inflasi kumulatif mencapai 186,7 persen.

Berdasarkan analisis tersebut, penyesuaian tarif Transjakarta dinilai sudah seharusnya dilakukan untuk menjaga keberlanjutan layanan.

Cost recovery Transjakarta turun dari 34 persen pada 2015 menjadi 14 persen saat ini. Artinya biaya yang dibutuhkan untuk menutup itu semakin tinggi. Tapi belum ada angka (penyesuaiannya), masih terus didetailkan,” katanya.

Cost recovery menunjukkan seberapa besar biaya operasional yang bisa ditutup dari tarif yang dibayarkan oleh penumpang. Sisanya biasanya ditanggung oleh pemerintah melalui subsidi.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, mengatakan untuk rute seperti Bundaran HI—Lebak Bulus nilai keekonomian sebenarnya mencapai Rp32.000, sedangkan tarif yang dibayar penumpang hanya Rp14.000. Selisih sebesar Rp18.000 ditanggung pemerintah melalui skema public service obligation (PSO) atau subsidi layanan publik.

“Agar perusahaan tetap berkelanjutan, kami mengembangkan pendapatan dari non-farebox,” ucap Tuhiyat.

Untuk menjaga keberlanjutan operasional, MRT Jakarta mengandalkan berbagai sumber pendapatan di luar tarif penumpang, seperti penamaan (naming rights), penyewaan ruang ritel dan komersial, serta aktivitas digital dan media.

(Yan Kusuma/goeh)

TRENDING