Karena Ini, BPJS Kesehatan Selalu Defisit


ISIMEWA

AKTUALITAS.ID – Badan Penyelenggaran Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan menghadapi pembengkakan defisit tahun ini. Salah satu penyebabnya, iuran yang terlalu rendah (underprice).

Dalam hitungan aktuaria Dewan Jaminan Sosial Negara (DJSN) premi penerima bantuan iuran (PBI) idealnya Rp 36.000 per bulan. Peserta bukan penerima upah (PBPU) untuk kelas I mencapai Rp 80 ribu, kelas II Rp 63 ribu, dan kelas III Rp 53 ribu per bulan.

Adapun peserta penerima upah (karyawan) untuk potongan upah 6% dari gaji dan batas atas upah 6x pendapatan tidak kena pajak berkeluarga beranak satu.

Adapun dalam aturan pemerintah disebutkan peserta PBI dikenakan iuran Rp 23 ribu per bulan. PBPU kelas I mencapai Rp 80 ribu, kelas II Rp 53 ribu (kurang Rp 12 ribu), dan kelas III Rp 25.500 (kurang Rp 27.500).

Adapun peserta penerima upah mendapatkan iuran 5% (kurang 1%) dan bata atas upah bayar Rp 8 juta.

“Kondisi besaran iuran ini menyebabkan biaya per orang per bulan lebih besar dibandingkan premi per orang per bulan,” ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, Senin (17/9/2018).

Pada 2016, Biaya premi per orang per bulan mencapai Rp 35.802 padahal premi per orang per bulan Rp 33.776. Artinya ada selisih Rp 2.026 per bulan.

Pada 2017 biaya per orang per bulan rata-rata Rp 39.744. Premi per orang per bulan sebesar Rp 34.119. Artinya ada selisih Rp 5.625 per bulan.

Fahmi Idris menambahkan penyesuaian besaran iuran cenderung mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat. Kenaikan iuran kelas I dan kelas II segmen perserta PBPU yang tidak diiringi kenaikan besar iuran kelas III menyebabkan permasalah baru.

“Peserta PBPU kelas I dan kelas II terdorong untuk pindah ke kelas III, terutama saat tidak membutuhkan pelayanan kesehatan,” jelas Fachmi Idris. [CNBC]

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>