Dipecat Jokowi, Mantan Komisioner KPU Evi Novida Gugat ke PTUN


Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik menunjukkan surat suara saat akan mencoblos dalam simulasi Pemilu 2019 di halaman Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/3/2019).

AKTUALITAS.ID – Mantan komisioner Evi Novida Ginting Manik resmi mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena tidak terima dirinya dipecat sebagai salah seorang komisioner di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Diketahui, dia dipecat oleh Presiden Joko Widodo berdasarkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemillu (DKPP)

“Saya mendaftarkan gugatan di PTUN Jakarta. Gugatan saya tercatat Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT,” kata Evi Novida Ginting Manik di Jakarta, Sabtu (18/4/2020)..

Dilansir dari Antara, Evi didampingi oleh tujuh orang kuasa hukum saat mendaftar gugatan. Tim kuasa hukumnya bernama Tim Advokasi Penegak Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Dalam suratnya, Evi meminta PTUN untuk mengabulkan gugatannya dengan membatalkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat sebagai Anggota KPU Masa Jabatan 2017-2022.

Apabila PTUN mengabulkan gugatan, putusan PTUN tersebut bisa membuat Presiden RI Joko Widodo mencabut keputusan pemberhentian dirinya yang diterbitkan pada 23 Maret 2020 lalu.

Putusan itu menurut Evi bisa merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukannya sebagai Anggota KPU masa jabatan 2017-2022.

Evi menilai Keppres tersebut diterbitkan merujuk dari keputusan sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu DKPP 317/2019. Ia menuding putusan tersebut cacat hukum.

“Pada Putusan DKPP 317/2019 mengandung ‘kekurangan yuridis essential yang sempurna’ dan’bertabur cacat yuridis’ yang tidak bisa ditoleransi dari segi apapun,” katanya.

Sebelumnya Evi menjelaskan setidaknya ada tiga kecacatan hukum dari keputusan DKPP tersebut. Pertama, DKPP tetap melanjutkan persidangan dan mengambil keputusan atas aduan dugaan pelanggaran kode etik, padahal pengadu sudah mencabut aduannya.

Evi mengatakan tindakan DKPP tersebut bertentangan dengan Pasal 155 ayat 2 Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilu yang mengatur DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan laporan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu.

Kedua, DKPP mengambil keputusan pemberhentian secara tetap tanpa mendengar pembelaan dari Evi selaku teradu.

Evi mengatakan hal itu bertentangan dengan Pasal 38 ayat 2 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur pemberhentian. Dalam pasal tersebut tertulis Anggota KPU harus diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan DKPP.

“Ketiga, dalam memutuskan, DKPP tidak melaksanakan pasal 36 ayat 2 peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2019 yang mewajibkan rapat pleno pengambilan putusan dihadiri oleh 5 orang anggota, kenyataannya pleno hanya dihadiri oleh 4 orang anggota DKPP,” kata Evi.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>