Enggan Bubarkan Diri, Polisi Tembakkan Gas Air Mata ke Pendemo di Depan Gedung DPRD Jabar


Massa di depan DPRD Jabar, Selasa (6/10/2020)

AKTUALITAS.ID – Aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung berujung ricuh. Massa yang sudah beraksi sejak siang belum juga membubarkan diri.

Pantauan di lokasi, sekitar pukul 18.06 Wib polisi yang berjaga mengimbau massa membubarkan diri karena sudah lewat dari ketentuan yakni pukul 18.00 Wib. Namun, massa memilih bertahan.

Akhirnya, polisi membubarkan paksa dengan menembakkan gas air mata. Terpantau sekitar belasan kali gas air mata ditembakan membuat massa kocar kacir.

“Kami imbau massa untuk membubarkan diri,” teriak salah satu anggota Polri dari mobil komando, Selasa (6/10/2020).

Sementara itu, pasukan Dalmas (Pengendalian Massa) sudah membentuk barisan lengkap dengan tameng untuk memukul mundur paksa massa. Tampak beberapa massa melempari aparat dengan spanduk maupun kayu.

Sebelumnya, di Kota Bandung ratusan massa turun ke jalan mendesak UU Cipta Kerja dicabut. Di kawasan Kebon Jati, Kota Bandung mereka berjalan kaki menutup hampir semua badan jalan. Kemudian di kawasan Jalan Purnawarman, depan Bandung Electronic Center (BEC) ratusan buruh dengan kendaraan roda dua memblokade jalan.

Massa juga sempat long march memadati jembatan Pasupati, Bandung.

“Kami mayoritas kaum buruh, dalam kebijakannya dikebiri, kesejahteraannya dipangkas,” ujar salah seorang orator.

Dihubungi terpisah, Roy Jinto Ferianto, Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI/Presedium Aliansi GEKANAS mengatakan aksi unjuk rasa ini merupakan lanjutan dari aksi serupa di tingkat pusat. Menurut dia, harus ada gerakan yang kuat untuk menolak omnibus law RUU Cipta Kerja.

“Kami tidak punya pilihan. Kalau pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak dilakukan di paripurna sampai tanggal 8 Oktober, pasti buruh juga tidak akan melakukan aksi. Susah buat kita, karena ini menyangkut masa depan kaum buruh,” ucap dia saat dihubungi.

Kaum buruh kecewa dan marah kepada DPR RI yang mengebut pembahasan RUU pada hari libur hingga tengah malam. Seharusnya, pemerintah dan DPR RI fokus pada penanganan covid 19. Terlebih, poin yang tertuang dalam Klaster Ketenagakerjaan sangat merugikan kaum buruh antara lain dengan dibebaskannya sistem kerja PKWT dan outsourcing tanpa ada batasan jenis pekerjaan dan waktu.

“Buruh tidak ada kepastian pekerjaan, dihapusnya upah minimum sektoral, diberlakukannya upah per jam mengakibatkan tidak adanya kepastian pendapatan, PHK dipermudah, pesangon dikurangi, hak cuti dihapus, ini menandakan bahwa RUU Cipta Kerja bukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan melindungi buruh malah sebaliknya hanya untuk kepentingan kaum pemodal saja,” tegas dia.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>