Agar Pemilih Tak Bingung, Pemilu Nasional dan Lokal Perlu Dipisah


AKTUALITAS.ID – Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik M Pratama memberikan catatan terhadap keserentakan Pemilu. Pemilu dengan lima surat suara pada 2019 memiliki beban cukup tinggi serta menyulitkan Pemilih.

Perludem mengusulkan pemisahan antara Pemilu Presiden, DPR, DPD dengan Pemilu Kepala Daerah, dan DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

“Ini lah kemudian cukup rasional dikembangkan oleh para pembentuk UU untuk mengubah design keserentakan Pemilu kita,” kata Heroik dalam diskusi daring, Minggu (24/1/2021).

Pemilu Presiden, DPR, dan DPD digelar serentak. Kemudian pemilu lokal yang meliputi pemilihan kepala daerah dan DPRD provinsi serta kabupaten/kota digelar dua tahun setelah Pemilu tingkat nasional.

Sehingga, pada Pemilu tingkat nasional hanya ada tiga surat suara, dan Pemilu lokal akan ada empat surat suara.

“Dari segi manajemen tata kelola pemilu, saya yakin penyelenggara pemilu akan jauh lebih mudah dalam melaksanakannya. Pun dengan pemilih dalam memberikan pilihannya,” jelasnya.

Heroik menjelaskan ada model lain yang memisahkan Pemilu lokal. Sama seperti sebelumnya, Pemilu nasional dan lokal dipisah. Namun, Pemilu tingkat lokal dipisah kembali yaitu di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.

“Di pemilu lokal yang untuk level provinsi pemilih akan mendapatkan dua surat suara. Dan pemilu lokal di level bupati, wali kota pemilih hanya mendapatkan dua surat suara yaitu surat suara DPRD kota dan bupati wali kota,” paparnya.

Dia juga memberi catatan mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dalam pembahasan revisi UU Pemilu. Ambang batas jangan membuat banyak suara masuk terbuang.

Menurutnya, selama ini masalah ambang batas adalah menghasilkan surat suara terbuang. Pada 2019 dengan ambang batas parlemen 4 persen, kurang lebih ada 13 juta suara yang terbuang.

“Kita menggunakan pemilu legislatif proporsional yang mengedepankan proporsionalitas. Karena pemberlakuan ambang batas parlemen menjadikan pemilu kita disproporsional,” ucap Heroik.

Namun, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, ambang batas tetap diperlukan. Hanya saja, besarannya perlu dipertimbangkan dalam revisi UU Pemilu.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>